kaltengtoday.com, Palangka Raya – Menanggapi tuntutan para warga tang tergabung dalam koalisi organisasi masyarakat (Ormas), Kepala ATR/BPN Kantah Kota Palangkaraya, Yono Cahyono mengatakan, terdapat dua cara untuk melakukan proses Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
Sebelumnya, ratusan warga dari koalisi ormas-ormas menggelar aksi di Kantor ATR/BPN Kota Palangka Raya, guna menuntut pertanggungjawaban pelaksanaan TORA, pada Rabu 29 Maret 2023.
“Terdapat 2 cara terkait proses TORA, yang pertama ialah melalui program dan kedua melalui layanan secara langsung,” katanya, pada saat menemui para massa aksi.
Dijelaskannya, program TORA yang diterima oleh ATR/BPN Kota Palangka Raya pada awal 2023, belum terakomodir dalam anggaran yang dimiliki.
“Melalui program TORA anggarannya belum disiapkan. Namun apabila warga memang sudah terdesak terkait sertifikasi, dipersilahkan melalui layanan langsung dengan syarat yang sama seperti permohonan sertifikat pada umumnya,” ucapnya.
Baca Juga : Kantor ATR/BPN Palangka Raya Dikepung Ratusan Masyarakat
Untuk dapat melakukan permohonan sertifikat tersebut, yakni harus terdapat bidang tanah yang hendak dibuatkan sertifikatnya oleh ATR/BPN Kantah Kota Palangkaraya.
“Obyek tanah yang hendak disertifikasi harus jelas, darimana, posisinya dimana, bentuknya seperti apa, dan telah terjadi kesepakatan terkait perkavlingannya,” ungkapnya.
Kemudian persyaratan yang kedua, harus jelas pemiliknya dan ketiga harus ada alasannya dalam pembuatan sertifikat pada kawasan hutan.
Jika seluruh persyaratan tersebut telah ATR/BPN mengatakan siap melayani proses sertifikasi yang diajukan oleh masyarakat terkait program TORA.
Baca Juga : Ditreskrimum Polda Kalteng Ungkap Aksi Mafia Tanah
“Namun terdapat kawasan yang belum masuk TORA dan itu menjadi kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” jelasnya.
“Terkait pelepasan kawasan, kami sebagai institusi tidak memiliki kewenangan terkait pelepasan kawasan hutan. Untuk itu kami akan berkoordinasi dengan KLHK, masyarakat juga dapat berkoordinasi ke KLHK,” bebernya.
Lebih lanjut Yono Cahyono mengatakan, terkait permasalahan sertifikasi di Kalimantan Tengah cukup panjang, bahkan 100 persen wilayah di Kalimantan Tengah merupakan hutan. Namun berdasarkan regulasi, maka dibentuklah provinsi,” terangnya.
“Kami sebagai petugas pelayanan pada bidang pertanahan, harus jalan dan menyebabkan terjadinya sertifikasi seakan-akan di dalam kawasan hutan,” tuturnya.
Baca Juga : Bersama Berantas Mafia Tanah di Kalteng!
Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu belum adanya regulasi dan menimbulkan permasalahan serta kericuhan yang hanya terjadi di Kalimantan Tengah dan Riau.
“Saya tidak berkapasitas untuk menyalahkan pemimpin terdahulu, mudah-mudahan kedepannya kita mencoba memperbaiki permasalahan ini dan menjadi jauh lebih baik,” pungkasnya.[Red]
Discussion about this post