kaltengtoday.com, – Palangka Raya, – Kepala Seksi Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Wilson, meminta kepada seluruh daerah agar dapat mendorong serta membantu para Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang mengusulkan untuk mendapatkan pengakuan.
Pasalnya, keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) merupakan kesatuan dari masyarakat yang bersifat teritorial dan genealogis yang memiliki kekayaan sendiri. Sehingga, ragam adat dan budaya, maka muncul perbedaan dengan masyarakat hukum lain. Artinya dapat bertindak kedalam atau keluar satu kesatuan hukum yang mandiri.
“Bahkan, keberadaan MHA tersebut juga ditegaskan pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945, sebagai hasil amandemen kedua, artinya negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak tradisinya,” katanya, Selasa (26/10/2021).
Akan tetapi, agar MHA bisa mendapatkan penetapan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah baik provinsi, kota maupun kabupaten, perlu membentuk panitia MHA.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintah Daerah, pembentukan Panitia MHA berada di Dinas Lingkungan Hidup.
“Jadi berdasarkan aturan itu, struktur panitia MHA terdiri dari ketua yang dijabat oleh sekretaris daerah dan sekretaris dijabat oleh kepala dinas lingkungan hidup. Sementara untuk penanggung jawab dijabat oleh kepala daerah” ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Perhubungan (DLHKP) Kabupaten Gunung Mas, Yohanes Tuah mengatakan, bahwa panitia MHA Kabupaten Gunung Mas sudah terbentuk sejak April Tahun 2020 lalu.
Bahkan, hingga saat ini pihaknya juga telah menerima sebanyak lima usulan pengakuan MHA. Kelima usulan tersebut berasal dari dua kecamatan.
Untuk Kecamatan Manuhing Raya, yakni Kelurahan Tehang, Desa Luwuk Tukau, Desa Tumbang Samui dan Desan Tumbang Oroi. Sementara untuk Kecamatan Rungan Barat, yakni Desa Tumbang Bahanei.
“Sudah ada yang masuk, tetapi sampai saat ini berkas dokumen yang diusulkan oleh kelima desa itu belum sesuai dengan pedoman yang ada. Sehingga saat ini mereka sedang merevisi dokumen-dokumen yang ada,” ujarnya.
Sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap MHA, di Tahun 2022 mendatang pihaknya akan melakukan pendampingan secara langsung kepada lima MHA yang tengah melakukan revisi dokumen tersebut.
“Karena jujur saja untuk tahun ini, anggaran yang ada di kita sudah habis. Untuk itu kami programkan pendamping secara langsung di awal tahun 2022 mendatang,” tuturnya.
Baca juga :Â Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Gumas Mesti Terbentuk
Sementara itu, Manager Lanskap Rungan, BNF Indonesia, Anugrah Wicaksono mengatakan, saat ini pihaknya tengah mendorong usulan pengakuan MHA Rungan, yang terdiri dari tiga desa, yakni Kelurahan Mungku Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya, Desa Parempei serta Bereng Malaka, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas.
Dijelaskannya, Desa Parempei dan Bereng Malaka, merupakan satu kesatuan masyarakat adat, Bereng Malaka adalah Desa definitive baru yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Gunung Mas pada tahun 2007, yang merupakan pemekaran dari Desa Parempei.
Baca juga :Â DLH dan BNF Sosialisasikan Pedoman Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kalteng
“Sementara, Hutan Tabalien (Hutan Ulin) yang menjadi wilayah adat bagi masyarakat di Kelurahan Mungku Baru, juga menjadi bagian dari wilayah adat Parempei dan Bereng Malaka,” jelasnya.
Discussion about this post