Kaltengtoday.com, Palangka Raya – Masyarakat Desa Riam Tinggi dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah (WALHI Kalteng) melaksanakan kegiatan festival kampung dengan tema “Selamatkan Rimba Terakhir” di desa Riam Tinggi, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, pada 26-27 Februari 2023 lalu.
Menurut Direktur Eksekutif WALHI Kalteng Bayu Herinata kegiatan tersebut dilaksanakan untuk menyampaikan kepada para pihak khususnya pemerintah terkait dengan kondisi dan tantangan yang di hadapi oleh masyarakat dalam penguasaan dan pengelolaan wilayah khusus nya hutan dan lahan.
Selain itu kegiatan tersebut juga bagian dari upaya menggalang dukungan publik untuk mendukung dan mempromosikan potensi yang dimiliki oleh desa terkait dengan jasa lingkungan yang sudah di jalankan oleh masyarakat melalui ecowisata.
Baca Juga : WALHI Kalimantan Tengah : Kalteng sebagai penyangga IKN! Peluang Atau Berujung Petaka?
“Selamatkan rimba terakhir merupakan kampanye yang di dorong oleh WALHI Kalteng kepada negara dalam hal ini pemerintah untuk menyelamatkan dan melindungi rimba terakhir yang ada di Bumi Tambun Bungai ini, salah satunya adalah yang berada di Desa Riam Tinggi,” katanya kepada awak media melalui pesan WhatsApp,Kamis (2/3).
Bayu menerangkan, penyelamatan rimba terkahir bukan hanya hutan akan tetapi masyarakat adat yang mengelola, menjaga dan hidup di hutan atau sekitar hutan setempat. Sein itu, ia menegaskan, rimba terakhir harus di lindungi dari ekspansi dan alih fungsi hutan untuk, lahan konsesi perusak hutan dan tanaman monokultur.
“Rimba yang lestari akan berdampak pada kelestarian masyarakat adat dan juga mencegah terjadi nya bencana ekologis di Kalteng. Melalui festival kampung yang dilaksanakan adalah upaya masyarakat dan pemerintah desa Riam Tinggi untuk mempromosikan hasil hutan, kebudayaan dan ecowisatanya yang tidak kalah menarik dari daerah lain,” ungkapnya.
Lebih lanjut, menurutnya juga dalam kegiatan festival tersebut masyarakat menampilkan pertunjukan permainan bagasing, balogo, menombak ikan, memasak bahan pangan dari hasil hutan, dan membuat baju dari bahan kulit kayu atau biasa disebut kulit kapua.
Baca Juga : Aktivis Lingkungan Nilai Program Food Estate Singkong di Gumas Gagal
“Kegiatan ini dilaksanakan masyarakat untuk menunjukan betapa pentingnya hutan bagi mereka, hutan bukan hanya sebagai wilayah yang dikelola untuk di manfaatkan hasil hutan nya, akan tetapi lebih luas dari itu hutan adalah identitas masyarakat adat itu sendiri, dimana sebagian besar sumber-sumber penghidupan, material untuk melakukan budaya dan ritual adat berasal dari hutan yang masih baik dan lestari,” terangnya.
Ia juga menjelaskan, hutan yang masih lestari karena di kelola oleh masyarakat adat, sehingga menjadi sangat penting untuk terus mendukung praktek yang dilakukan oleh masyarakat adat dalam pengelolaan wilayahnya.
“Tetapi hingga sekarang belum ada kepastian terkait pengakuan dan perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap masyarakat desa Riam Tinggi,” bebernya.
Sejak tahun 2019, ia mengungkapkan kembali bahwa masyarakat melakukan berbagai upaya dalam mempertahankan dan melindungi hutan dan lahan di wilayah kelolanya, dan salah satu upaya yang dilakukan adalah mencoba mendapatkan pengakuan penguasaan dan pengelolaan wilayah melalui program perhutanan sosial (PS) dengan skema Hutan Desa Desa Riam Tinggi memiliki luas wilayah kurang lebih 2.972 hektare.
“Dimana pengusulan hutan desa di lakukan oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) seluas 2. 334 hektar, dan hasil verifikasi teknis tim dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan terdapat seluas 2.207 hektare tumpang tindih dengan konsesi atau ± 74,2 % tumpang tindih dengan izin/IUPHHK_HA PT. Sari Bumi Kusuma blok Delang,” tuturnya.
Baca Juga : Pemerintah Harus Lindungi Hak Perempuan
Selain itu, komitmen pihak perusahaan bersedia wilayah yang diusulkan oleh masyarakat menjadi hutan desa dapat dikeluarkan (enclave) dari areal izin, pemerintah desa. Badan permusyawaratan desa dan lembaga pengelola hutan desa Riam Tinggi sudah melakukan audiensi dan permohonan fasilitasi kepada pemerintahan daerah dan dinas terkait untuk mengajukan enclave, hanya saja belum ada tanggapan serius dari pihak pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten serta KLHK terhadap apa yang telah diajukan oleh masyarakat Riam Tinggi.
Maka dari itu, Bayu menegaskan, WALHI Kalteng mendesak pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan KLHK agar segera memfasilitasi usulan enclave dan menetapkan pengakuan wilayah yang telah diperjuangkan masyarakat Riam Tinggi selama ini. “Karena masyarakat desa Riam Tinggi juga memiliki hak untuk mengelola wilayahnya untuk kelestarian hutan dan keadilan bagi masyarakat adat,” pungkasnya.[Red]
Discussion about this post