kaltengtoday.com, Palangka Raya – Program Pemerintah berupa atau proyek strategis nasional food estate di Kabupaten Gunung Mas (Gumas), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan dan kritikan dari aktivis lingkungan.
Puluhan aktivis lingkungan yang berasal dari gabungan beberapa organisasi seperti Greenpeace, LBH Palangka Raya, Save Our Borneo (SOB), dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mendatangi secara langsung lokasi garapan Food Estate yang dikhususkan dengan tanaman Singkong tersebut, Kamis (10/11/2022).
Di lokasi food estate tersebut, para aktivis lingkungan tersebut membentangkan spanduk raksasa, dengan ukuran lebih besar dari Lapangan Volly, yang bertuliskan ” “Food Estate Feeding Climate Crisis”.
Baca Juga : Pemanfaatan Kayu Di Kawasan Food Estate Singkong Harus Ada Izin
Menurut salah seorang perwakilan, Arie Rompas aksi pembentangan spanduk raksasa tersebut merupakan bentuk pesan yang disampaikan ke semua kalangan terhadap kerusakan hutan.
“Khususnya di kawasan proyek yang gagal ini, dimana kita ketahui wilayah ini adalah hutan hujan alam, yang kemudian dibuka seluas sekitar 700 Hektare dan ini akan berdampak serius terhadap lingkungan ke depan,” katanya saat dikonfirmasi Kaltengtoday.com, Sabtu (12/11).
Dirinya menegaskan, saat ini krisis iklim dan bencana hidrometeorologi sudah di depan mata, seperti halnya beberapa bencana banjir yang terjadi di Kalteng sangat berkaitan erat dengan kerusakan alam dan deforestasi yang terjadi.
“Pesan ini sebenarnya kami sampaikan kepada para pemimpin dunia yang saat ini sedang sidang di COP 27 di Sharm el-Sheikh, Mesir berkaitan dengan perubahan iklim dan para pimpinan G20 yang akan bersidang juga di Bali,” ungkapnya.
Pihaknya menilai, program Food Estate dengan membuka hutan sangatlah tidak tepat, sebab hutan itu sendiri, tambahnya yakni sumber pangan itu sendiri. “Proyek ini juga hanya dinikmati oleh segelintir elite politik di masa krisis ini,” ujarnya.
Baca Juga : Wagub Kalteng Harapkan Food Estate Bisa Tingkatkan Kesejahteraan Petani
Sehingga, dijelaskanya yakni proyek tersebut yang ada di Kalteng, Sumatera, hingga Papua ini akan mengancam hutan hujan Indonesia, masyarakat adat, dan akan memicu krisis iklim.
“Selain kepada pemimpin dunia, pesan kami juga kepada publik dan khususnya masyarakat Kalteng adalah soal masa depan kita, Bumi itu rumah kita, hingga harus bersama – sama bergerak untuk melawan proyek yang merusak alam, dan juga harus memastikan bahwa pemerintah harus menghentikan proyek Food Estate, karena kalau ini terus dilanjutkan, maka akan berdampak serius pada masa depan planet ini,” pungkasnya.
Selain itu Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra turut menambahkan total Karbon yang terlepas ke angkasa dari akibat pembukaan lahan tersebut saat ini kurang lebih 60.000 Ribu Ton.
“Pelepasan karbon ini sangat berkontribusi terhadap kenaikan suhu muka bumi. Dan kita, tidak ingin tentunya proyek – proyek seperti ini terus berlanjut diseluruh wilayah Indonesia, utamanya di Kalteng. Cukuplah segini yang dibuka, sisanya biarkan tetap menjadi hutan,” tuturnya.
Baca Juga : Pelaksanaan Program Food Estate Singkong di Gumas Butuh Sinergitas Antar Eksekutif
Ia menuturkan kembali, lokasi proyek Food Estate tersebut sebelumnya diyakini sebagai rumah bagi banyak jenis satua atau flora dan fauna Kalimantan.
“Kalau kita lihat dari tahun ke dua proyek ini dan di akhir 2020 melalui Kemenpan RI mulai membuka lokasi ini dan mulai menanam. Akan tetapi hari ini kita bisa kita lihat, seperti apa tanaman Singkong yang ditanam hampir dua tahun tersebut semuanya kecil, baik itu umbinya, batang, hingga daunnya, dan seperti ini tidaklah produktif,” bebernya.
“Karena, tanah disini itu berupa pasir putih, sehingga tidak cocok untuk ditanami Singkong dan dari jenis Singkong yang ditanam itu pun yakni Karsikarva. Jadi, bukan Singkong yang dapat langsung dikonsumsi, melainkan harus melalui proses industri terlebih dahulu,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post