Kalteng Today – Palangka Raya, – Seorang budayawan Kalteng, Thoeseng TT Asang didampingi Tim Kuasa Hukumnya mendatangi Mapolda Kalteng dalam rangka memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan oleh Ditreskrimum Polda Kalteng terkait isu penistaan agama yang dibuat dalam sebuah cover lagu berjudul Haleluya versi Bahasa Dayak Ngaju yang telah dimuat dalam konten youtube miliknya yang dilaporkan oleh Tokoh Agama Hindu Kaharingan beberapa waktu lalu.
Usai memenuhi panggilan dari Ditreskrisus Polda Kalteng, Toeseng TT Asang menyampaikan dihadapan awak media bahwa dirinya sebagai warga negara yang baik telah melaksanakan Hak dan Kewajibannya untuk memberikan keterangan dan klarifikasi terkait lagu rohani yang dicovernya tersebut.
Saat disinggung mengenai kata ‘Ranying Hatala’ yang dimuat dalam lagu rohani agama Kristen yang di Covernya dalam bahasa Dayak, Thoeseng menegaskan kalau artinya itu adalah ‘Tuhan Yang Maha Esa”.
Sementara, Mambang I Tubil selaku kuasa hukum dari Thoeseng TT Asang yang ikut mendampingi menjelaskan bahwa pihaknya berterima kasih kepada aparat penegak hukum yang telah mengundang klien nya untuk memberikan keterangan dan kepada salah satu tokoh agama hindu kaharingan yang telah melaporkan klaiennya atas dugaan pelanggaran hukum.
“Sebenarnya terkait masalah ini, klien kami sudah melakukan klarifikasi dengan Majelis Hindu Kaharingan bahwa tidak ada maksud dengan sengaja melakukan penistaan atau melecehkan agama melalui sebuab lagu rohani, dan klarifikasi ini sesuai dengan peraturan yang berlaku”, ujarnya, Rabu (27/1/2021) sore.
Dirinya juga mejelaskan, tentunya terkait pelaporan tersebut bahwa Klien nya tidak ada maksud melakukan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan tentang UU ITE Pasal 28 Ayat 2.
“Kami mengharapkan dengan kejadian yang menimpa klien kami ini, kepada semua pihak untuk bisa satu persepsi menyikapi kejadian ini dan menjadikan pembelajaaran yang berharga terutama untuk klien kami dan masyarakat dayak Kalimantan Tengah, memang untuk bahasa dayak ini di Kalimantan Tengah hingga saat ini masih belum difahami secara keseluruhan karena memiliki penafsiran yang berbeda-beda” jelasnya.
Baca Juga :Â Risty Idris KDI Ingin Budaya Dayak Dikenal Masyarakat Internasional
Lebih lanjut dikatakan Mambang Tubil, dari masalah ini juga kedepannya bisa dijadikan edukasi dari sisi positifnya.
“Klien kami sebenarnya sudah ikut mensosialisasikan bahasa dayak yang mana bahasa dayak itu sudah disusun oleh yang berwenang dan diakui secara nasional, dan itu sudah dioakai di sekolah-sekolah termasuk kata ‘Ranying Hatal’, cuma cara berpikir dan cara pandang nya yang berbeda, sehingg klien kami karena dia orang seni menilai kata itu universal” terangnya.
Dirinya menambahkan, dengan adanya klarifikasi kepada petugas penegak hukum di Ditreskrimsus Polda Kalteng masalah ini bisa menjadi terang benderang.
“Semoga dengan adanya klarifikasi ini nantinya bisa ditemukan formula untuk menyamakan persepsi terkait kejadian ini” tandasnya. [Red]
Discussion about this post