kaltengtoday.com, Palangka Raya – Memperhatikan luasan hutan alam Indonesia yang tersisa 88 juta ha dan pemerintah telah mengeluarkan 50,4 juta ha izin perusahaan baik perkebunan maupun pertambangan. Dari jumlah ini sekitar 36,8 juta ha berasal dari kawasan hutan, mendapat sorotan dari Anggota DPD RI, Agustin Teras Narang.
Ia menjelaskan, terdapat 17 regulasi terkait sistem pengelolaan sumber daya alam yang tersebar di lingkungan hidup, agraria, kehutanan, pertanian dan perkebunan, pertambangan dan energi, wilayah pesisir, kelautan, dan perikanan.
“Dampaknya, ada tumpang tindih pengaturan, sehingga perlu payung hukum yang mengintegrasikan kepentingan tata kelola sumber daya alam secara berkelanjutan,” kata Teras kepada awak media, Kamis (8/6).
Baca Juga :Â Tertibkan Reklame Yang Tak Tertib Perizinan
Dampak dari situasi ini, menurutnya yakni misalnya di Kalimantan terjadi deforestasi yang tinggi. Sementara di sisi lain, perubahan iklim juga jadi tantangan tersendiri yang berdampak pada sektor pertanian yang jadi sumber pangan.
“Untuk itu, perlu keseimbangan motif ekonomi, ekologi, dan kesejahteraan masyarakat dalam tata kelola sumber daya alam Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga : Â Masalah Lahan Perusahaan Sawit Dengan Warga Diharap Bisa Terurai Tuntas
Ia membeberkan, hal Ini salah satu pandangan dari Auriga Nusantara dan Wahana Lingkungan Hidup yang hadir dalam rapat dengar pendapat bersama kami di Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI, Rabu (7/6/2023) lalu.
Teras menerangkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait sistem pengelolaan sumber daya alam yang dirancang menjadi payung hukum untuk semua regulasi, memang masih berproses.
“People (Kehidupan Manusia), Planet (Kelestarian Bumi), dan Prosperity (Kesejahteraan Bersama), jadi aspek penting yang menurut saya mesti diperhatikan dalam RUU ini, selain prinsip hukum keadilan, kepastian, kemanfaatan, dan kesejahteraan,” terangnya.
Dirinya juga memberi catatan atas presentasi narasumber yang menunjukkan peta hijau hutan Kalimantan Tengah pada 1950, 1985, 2000, 2005, 2010, dan 2020. Ternyata semakin turun drastis kondisi peta hijaunya terutama pada 2020.
“Peta ini menunjukkan kondisi yang berbeda dengan fakta bahwa pemerintah menetapkan kawasan hutan Kalteng sekitar 80 persen, sementara dari citra satelit jelas tidak lagi demikian. Antara regulasi, data, dan fakta di tapak berbeda,” ungkapnya.
Baca Juga : Â Inventarisasi Persoalan Perkebunan, Komite II DPD RI Kunjungi Perkebunan Sawit di Kotawaringin Timur
Lebih lanjut, situasi hutan alam menunjukkan regulasi dan kebijakan, serta pengawasan yang ada saat ini, belum memadai dalam menjaga keseimbangan kepentingan ekonomi dan ekologi.
“Sehingga dengan kondisi ini perlu upaya ekstra guna mendorong RUU Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam yang dapat membawa kepentingan People, Planet, dan Prosperity dapat tercapai,” tutupnya.[Red]
Discussion about this post