kaltengtoday.com, Kasongan – Pemerintah meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. PPS memberikan berbagai manfaat di antaranya tarif khusus yang lebih rendah, tidak dikenai sanksi dan jaminan perlindungan data.
” Dikutip dari laman https://pajak.go.id/pps, pada tanggal 13 Juni 2022, terdapat 75.938 wajib pajak yang telah mengikuti PPS, dengan jumlah harta bersih yang telah diungkap sebesar Rp163.182,39 miliar rupiah,” Ungkapnya, Selasa (14/6).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki beberapa sumber data perpajakan diantaranya dari pertukaran informasi antarnegara secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) dan juga data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) yang tentunya semakin memperbesar peluang DJP untuk menemukan harta yang belum dilaporkan. Namun sebelum DJP memanfaatkan data-data tersebut, wajib pajak diberi kesempatan untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui PPS yang hanya berlangsung selama 1 Januari sampai 30 Juni 2022.
Baca Juga :Â Pemda Gumas Teken MoU dengan PT Pos Indonesia, Sekarang Bisa Bisa Bayar Pajak di Pos
Terdapat dua jenis kebijakan dalam PPS, Kebijakan I dikhususkan untuk peserta pengampunan pajak untuk mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti pengampunan pajak. Terdapat tiga tarif yaitu 6% untuk harta repatriasi dan/atau harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energi, 8% untuk harta repatriasi dan/atau harta dalam negeri dan/atau 11% untuk deklarasi harta luar negeri. Kebijakan II, dikhususkan bagi Wajib Orang Pribadi untuk harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 dengan tiga tarif yaitu 12% untuk harta repatriasi dan/atau harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energi, 14% untuk harta repatriasi dan/atau harta dalam negeri, 18% untuk deklarasi harta luar negeri.
Manfaat yang akan diperoleh bagi peserta PPS kebijakan I adalah tidak dikenai sanksi 200% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar. Sedangkan,untuk peserta PPS Kebijakan II, tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016 sampai 2020. Selain itu, seluruh data/Informasi yang diungkap dalam PPS tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, wajib pajak yang memilih tidak mengikuti PPS terdapat beberapa konsekuensi. Bagi peserta Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), apabila DJP menemukan harta lainnya sampai dengan 2015 yang belum dilaporkan pada saat pengampunan pajak maka dikenai Pajak Penghasilan Final dari harta bersih tambahan sebesar 25% untuk Wajib Pajak Badan, 30% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, 12,5% bagi wajib pajak tertentu ditambah sanksi 200% sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak. Selanjutnya, untuk harta tahun 2016 sampai dengan 2020 apabila ditemukan oleh DJP, maka akan dikenai Pajak Penghasilan dari harta bersih tambahan dengan tarif 30% ditambah sanksi bunga perbulan ditambah uplift faktor 15% sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
Baca Juga :Â Kebijakan Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Oleh Pemprov di Apresiasi DPRD Kalteng
PPS bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Bagi para wajib pajak yang belum/kurang melaporkan hartanya, PPS adalah sebuah kesempatan yang sayang untuk dilewatkan. Dengan mengikuti PPS wajib pajak akan memperoleh tarif khusus yang lebih rendah, tidak disanksi dan data aman terlindungi.(Oleh : Fajar Triyanto, S.H., M.H., Kepala KP2KP Kasongan) [Red]
Discussion about this post