Kaltengtoday.com, Tamiang Layang – Belum lama ini, Menteri Perindustrian RI Agus Gumiawang Kartasasmita, di laman UMKM indonesia.id, mengatakan bahwa industri daur ulang plastik di Indonesia, dapat menghasilkan berbagai produk bernilai tambah, dengan potensi ekonomi mencapai lebih dari Rp10 triliun per tahun dan potensi ekspor produk turunan daur ulang plastik US$141,9 juta.
Baca Juga : Sampah Menumpuk di Pinggir Jalan, Siapa Bertanggungjawab?
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR) pada Oktober 2019 sampai Februari 2020 menyebutkan masyarakat di perkotaan Pulau Jawa menghasilkan sekitar 189.000 ton/bulan atau 6.300 ton/hari sampah plastik, dan hanya sekitar 11,83 persen atau kurang lebih 22.000 ton/bulan yang dikumpulkan kemudian didaur ulang.
Adapun sampah elektronik memang jarang sekali disorot. Beda dengan konsep recycling sampah plastik yang sering dikampanyekan, lantaran dampak ‘jahat’nya pada tanah. Di Tamiang Layang sendiri, Bank Sampah Mentari sudah eksis dalam pengelolaan sampah menjadi nilai tambah rupiah.
Namun seperti Suparto pedagang besi bekas keliling yang diajak ngobrol tadidi kawasan Ampah, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur Senin, (20/11/2023),
sampah elektronik punya penanganan tersendiri. “Ya Mas, soalnya banyak jenis elektronik dan komponen di dalamnya. Kita perlu memahami mana bagian yang dapat didaur ulang atau dijual kembali,” ujarnya.
Baca Juga : Bank Sampah Akan Diberdayakan Sebagai Mitra Dalam Pengelolaan Sampah di Bartim
Dari sampah elektronik saja, belum kertas, besi, plastik, ataupun karton/ kardus, Suparto mengaku mendapat untung lumayan. “Hampir 50% lebih dari modal. Repotnya kalau ada telpon dari teman, menginformasikan dari desa yang ada stok banyak, pas uang kita habis buat beli barang bekasm pusing kita cari pinjaman. Apalagi kalau hitungannya untung. Kalau lambat, bisa disikat pesaing lain nanti!” tutur lelaki asal Jawa Timur itu seraya tertawa
Sekadar catatan, para pemburu barang limbah rumah tangga seperti Suparto, memang seolah tak pernah mati. Di Ampah sendiri, setidaknya ada lima titik pengepul yang masing-masing juga punya “agen” di lapangan. Menurut Tino, salah seorang warga Kelurahan Ampah Kota,keberadaan mereka cukup membantu. “Ya paling tidak mengurangi tumpukan barang bekas tak terpakai lagi, yang ada di rumah kita. Dan duitnya lumayanlah buat beli sebungkus dua bungkus rokok. Daripada mengambil budget rumah tangga,” ujar Tino. [Red]
Discussion about this post