Kalteng Today – Sampit,– Insiden kebocoran minyak kelapa sawit atau “crude palm oil” (CPO) di Sungai Mentaya menjadi perhatian serius DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, bahkan mereka mendorong agar pola pengawasan kepelabuhanan di daerah ini dievaluasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Kejadian retak lambung kapal wajib menjadi koreksi pihak otoritas dan penyelenggara badan usaha pelabuhan. Tentu harus dijadikan pembelajaran oleh pihak otoritas terkait untuk mengevaluasi sistem yang berjalan selama ini,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur, Muhammad Kurniawan Anwar di Sampit,Kamis 19 Agustus di Sampit.
Menurut Kurniawan Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur sangat menyayangkan terjadinya tumpahan CPO ke Sungai Mentaya akibat kelalaian pihak terkait. Hal ini tentu harus diproses sesuai aturan dan dilakukan secara transparan.
Untuk diketahui Insiden dugaan kebocoran minyak CPO dari sebuah tongkang di kawasan Pelabuhan Bagendang ini pertama kali diungkap Wakil Ketua DPRD Rudianur. Saat dia berkunjung ke Pelabuhan Bagendang yang dikelola PT Pelindo III Sampit dan melihat sendiri CPO mencemari perairan setempat pada Jumat (6/8) lalu.
Kejadian itu kemudian ditindaklanjutinya Ketua Komisi IV Muhammad Kurniawan Anwar yang mengunjungi lokasi kejadian didampingi pejabat dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Sampit dan Dinas Perhubungan Kotawaringin Timur pada Sabtu (7/8).
Kurniawan menambahkan, jika dilihat keretakan kapal seperti pada insiden kebocoran CPO itu, hal tersebut juga bisa berdampak lebih besar. Kapal juga mengangkut tenaga kerja, sehingga dikhawatirkan bisa saja hal yang lebih buruk terjadi saat perjalanan.
Baca juga :Â Wakil Ketua DPRD Kotim Minta Berikan Sanksi Bagi Pemilik Tongkang CPO Bocor Ke Sungai Mentaya
Untuk informasi Tim Dinas Lingkungan Hidup bersama instansi terkait sudah mengambil sampel air dan mengirimnya ke sebuah laboratorium di Jakarta untuk mengetahui dugaan tingkat pencemarannya terhadap air sungai setempat.
“Kegiatan kepelabuhanan yang melayani pelayaran internasional, sudah harus menjalankan IMDG CODE dan sudah tertuang Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 16 tahun 2021 tentang tata cara penanganan dan pengangkutan barang berbahaya di pelabuhan,” demikian Kurniawan.[Red]
Discussion about this post