kaltengtoday.com, Palangka Raya – Anggota DPD RI, Agustin Teras Narang mengungkapkan bahwa Forum Aspirasi Konstitusi (F-AK) MPR RI diberi tugas untuk menyerap aspirasi terkait implementasi atas konstitusi yang berjalan selama ini.
Ia menuturkan, F-AK tersebut merupakan inisiatif anggota DPD RI bersama DPR RI yang tergabung dalam MPR RI. Dan pada Kamis (8/12/2022) lalu, pihaknya menggelar kembali tugas penyerapan aspirasi dengan format temu pakar.
Baca Juga : Â Agustin Teras Narang Soroti RUU Tentang Provinsi Kalteng
“Penyerapan aspirasi kali ini terkait dengan Evaluasi Konstitusi untuk Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan Pencapaian Tujuan Bernegara. Menyoroti bagaimana jalannya ekonomi negara apakah sesuai dengan UUD NRI 1945,” kata Teras, Senin (12/12/2022).
Ia menerangkan, ekonom senior Indonesia Rizal Ramli telah memberikan catatan bagaimana sejak 1996 sebagian ekonom sudah memperkirakan adanya krisis ekonomi pada 1998 yang disebut sebagai awan mendung.
“Proyeksi ini terjadi dan memicu krisis politik karena sejak awal struktur ekonomi yang lemah. Ditandai salah satunya besaran utang swasta yang membebani ekonomi,” ucapnya.
Sedikit berbeda, diterangkannya bahwa kondisi hari ini menurut Rizal Ramli perlu diwaspadai dengan besarnya utang negara yang kemudian harus ditanggung masyarakat lewat kenaikan berbagai komoditas mulai dari BBM hingga iuran BPJS.
Selain itu, pengelolaan berbagai program termasuk proyek 35 GW yang memicu over supply dinilai bebannya dibayar masyarakat lewat kenaikan harga listrik.
“Hari ini hutang negara untuk cicilan pembayarannya juga naik mencapai Rp 845 triliun per tahun dan oleh pemerintah dianggap situasinya masih lebih kecil dibandingkan negara lain. Dan, sementara situasi masing-masing negara berbeda, terlebih Amerika merupakan negara adidaya yang dapat menjual dolarnya ke luar negeri,” ungkapnya.
Baca Juga : Â Teras Narang Sambut Baik KUHP Resmi Disahkan
Lebih lanjut, Teras menuturkan dibandingkan hutang Jepang pun menurut Rizal Ramli tidak tepat, karena pinjamannya banyak berasal dari dalam negeri dan mereka (Jepang) punya aset investasi di luar negeri.
Sebelumnya, Rizal Ramli mengaku sependapat bila ada kehendak kembali pada UUD 1945 versi awal dengan catatan ada adendum.
“Adendum pembatasan kepemimpinan nasional hingga daerah, adendum terhadap penguatan hak azasi manusia, hingga pembiayaan partai politik oleh negara,” ungkapnya.
“Menurut beliau jua, dengan kembali pada UUD 1945 yang asli maka pengaturan ekonomi Pasal 33 akan menguntungkan negara kita,” katanya.
Sebelumnya Teras juga mengungkapkan ekonom dan pegiat koperasi, Suroto menyebut bahwa pinjaman Indonesia sendiri difokuskan pada infrastruktur yang akhirnya mendukung Foreign Direct Investment yang banyak pada industri ekstraktif.
“Dan menghasilkan nilai tambah justru bukan untuk negara. Kita dianggap lemah dalam kontrol devisa sehingga nilai tambah ekonomi tidak berdampak signifikan,” terangnya.
Dengan suara yang serak dan habis karena demo, Suroto memberi catatan penting tentang ancaman inflasi dan kekuasaan yang serius dalam perekonomian Indonesia.
“Ia menyebut saat ini masyarakat dengan pemilik kekayaan Rp 150 juta adalah rata-rata dunia 58 persen, sementara di Indonesia mencapai 82 persen,” tambahnya lagi.
Teras kembali menyampaikan, seluruh catatan tersebut merupakan aspirasi dan masukan berharga dari dua narasumber tersebut, dari para ekonom yang memiliki pandangan berbeda.
Baca Juga : Â Teras Narang Nilai SKIPM Palangka Raya Butuh di Evaluasi Dalam Peningkatan Pelayanan
“Selanjutnya akan kami undang untuk mendapatkan keragaman perspektif dalam memperkaya pemahaman akan evaluasi konstitusi kita. Saya lalu kemudian menanyakan bagaimana implementasi ayat 4 pasal 33 sejauh ini. Sehingga kita bisa melihat arah perekonomian saat ini dengan jernih,” jelasnya.
“Dalam hal ekonomi, menurut hemat saya spirit kita bersama adalah spirit UUD 1945 versi pertama pada pasal 33. Dalam pasal ini ada prinsip kebersamaan dengan nuansa koperasi sangat terasa. Dan hari ini, bagi kami di daerah, spirit otonomi daerah adalah semangat kebersamaan,”
Lebih lanjut, mengacu pada fakta lapangan, menurut Teras kebersamaan ini mulai dipreteli dengan beberapa produk Undang-Undang dan sekelumit kebijakan yang melemahkan otonomi daerah.
“Kalau tidak ada kebersamaan ini, terlebih dalam pengelolaan ekonomi, menurut saya rasanya akan menimbulkan masalah besar kemudian hari. Ini mesti diperhatikan oleh kita semua,” tukas Teras.
Dalam tanggapannya, senada dengan pikiran Teras Narang, Rizal Ramli sebelumnya juga menyebut otonomi daerah dengan penguatan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diimbangi oleh transparansi menjadi kunci. Hal tersebut bisa memperkuat ekonomi daerah sekaligus menghindari munculnya raja-raja kecil.
“Secara pribadi saya mengundang semua pihak untuk memberi catatan masing-masing dengan data yang ada. Khususnya dari para ekonom yang kita miliki di Kalimantan Tengah. Pengayaan aspirasi yang masuk ini penting untuk kita bersama semakin kritis, konstruktif, dan konstitusional dalam menyampaikan pendapat di alam demokrasi Indonesia,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post