Kaltengtoday.com, Palangka Raya – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, Aryo Nugroho menyoroti putusan dari Ketua Majelis Hakim, Muhammad Affan, S.H., M.H. dan Sri Hasnawati, S.H., M.Kn., Yudi Eka Putra, S.H.,M.H yang masing-masing anggota majelis Hakim perkara pidana yang menyidangkan kasus pembunuhan warga Desa Bangkal, almarhum Gijik.
Pihaknya menilai, vonis atas Iptu Anang Tri Wahyu Widodo selaku anggota Brimob Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan vonis hukuman penjara 10 Bulan dipotong masa tahanan, dibacakan dalam sidang terbuka tidak mengagetkan bagi pihaknya.
“Tidak mengagetkan kami, karena sejak awal saat kasus ini mulai diumumkan oleh Polda Kalteng perihal pelaku penembakan, Tersangka dijerat dengan Pasal 351, 359 dan 360 KUHPidana, Pasal inipun diaminkan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati Kalteng sebagai Dakwaan,” katanya kepada awak media, Senin (10/6).
Baca Juga :Â BEM UPR serahkan Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya Terkait Kasus Penembakan Warga Bangkal
Menurutnya, sebelumnya pihak LBH Palangka Raya dan Koalisi telah mengirimkan surat kepada Kejati untuk memasukan Pasal 340 Jo 338 KUHPidana.
“Karena kami yakin pelaku melakukan penembakan dengan sengaja dan hal ini terungkap dalam fakta persidangan serta diakui oleh Terdakwa. Namun surat kami tersebut tidak digubris oleh pihak Kejaksaan,” tuturnya.
Pihaknya memandang, pada proses pembacaan tuntutan lebih membuat terang penanganan kasus ini dimana Jaksa hanya menuntut Terdakwa 1 tahun penjara.
“Jaksa dalam hal ini tidak ubahnya sebagai Penasehat Hukum/Pembela Terdakwa karena dalam dalil tuntutan menyatakan pihak keluarga korban telah menerima santunan dari 70 Juta hingga 100 Juta rupiah dan telah ada sidang adat sehingga Terdakwa dituntut hanya 1 tahun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan dalam proses tersebut terdapat keanehan, karena faktanya santunan tersebut bukan dari Terdakwa namun dari pihak lain.
“Lebih saktinya lagi pertimbangan soal santunan juga digunakan oleh Majelis Hakim untuk memvonis Terdakwa 10 bulan penjara lebih rendah dari tuntutan Jaksa,” jelasnya lagi.
Putusan dari Majelis Hakim Nomor 55/Pid.B/2024/PN Plk, diduga oleh pihaknya sebagai bagian dari skenario untuk memvonis ringan pelaku dan putusannya untuk menutup kasus.
“Mengapa demikian walaupun putusan lebih rendah dari tuntutan Jaksa, kami pesimis bahwa Jaksa akan melakukan Upaya Banding. Sehingga kasus inipun akan dinyatakan ditutup dan mempunyai kekuatan hukum tetap,” tegasnya.
Baca Juga : Â Oknum Perwira Jadi Tersangka Penembakan di Bangkal
Baik Hakim dan Jaksa, menurutnya sangat tidak menyentuh Surat dari LPSK dengan Nomor A.1663/R/KEP/SMP-LPSK/VI Tahun 2024 tentang Penilaian Ganti Rugi.
“Surat tersebut menyatakan permohonan fasilitasi restitusi berupa penilaian ganti rugi korban tindak pidana yang diajukan Mana (Ibu Kandung Korban) mewakili Gijik (alm) dengan nomor register permohonan 1059/P.BPP-LPSK/IV/2024 dengan nilai sebesar Rp.2.273.043.500,00 (Dua Milyar Dua Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Empat Puluh Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah),” bebernya.
Pihaknya telah memasukan surat ini ke PTSP Kejati pada tanggal 5 Juni 2024 dan Ke Pengadilan Negeri Palangka Raya pada tanggal 7 Juni 2024, sehingga tidak ada alasan kedua instansi ini tidak mengetahui soal keberadaan surat dari LPSK.
Pihak Majelis Hakim Pun menolak Amicus Curiae (Sahabat Peradilan) yang diajukan oleh rekan-rekan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya.
“Almarhum Gijik, Taufik Nurahman dan warga Desa Bangkal lainnya dalam Upaya mengungkapkan pendapatnya dimuka umum, menuntut PT.Hamparan Bangunan Masawit Persada (HMBP) I merealisasikan 20% lahan mereka untuk Masyarakat dan pengembalian tanah warga Desa Bangkal seluas 1.175 diluar HGU (hak guna usaha) perusahaan,” ujarnya.
Ia menuturkan, aksi yang dijamin oleh Undang-Undang ini harus terhenti karena tembakan dari aparat Kepolisian yang menggunakan peluru tajam. Hak Demokrasi warga telah terpasung atas peristiwa ini.
“Kami juga menilai putusan Pengadilan Palangka Raya atas peristiwa ini telah mencoreng cita-cita Negara Hukum karena putusan tidak membawa keadilan bagi korban dan keluarga korban,” bebernya.
Baca Juga : Â Pasca Penembakan di MUI Pusat, MUI Kalteng: Belum Ada Arahan Peningkatan Keamanan
Dari putusan ini, pihaknya juga menilai sebagai ancaman demokrasi bagi masyarakat yang ingin menuntut hak konstitusinya, karena tidak memberi efek jera bagi pelaku pembunuhan atau pada kasus-kasus yang lain kedepannya.
“Selain Almarhum Gijik pada tanggal 31 Maret 2024, Ahmadi Warga Desa Rubung Buyung, Kec.Cempaga, Kab.Kotawaringin Timur, ditembak aparat kepolisian di hadapan anaknya saat mereka mengambil sawit di PT. Sinar Cipta Cemerlang hanya sekedar untuk makan,” pungkasnya. [Red]
Discussion about this post