Kaltengtoday.com, Palangka Raya – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah mengeluarkan surat edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.
Dalam edaran tersebut, Kemenkes menginstruksikan seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia untuk sementara ini tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirop kepada masyarakat. Demikian pula para tenaga kesehatan, diminta tak lagi memberikan resep obat sirop kepada pasien.
Baca juga :Â Dinkes Kalteng Belum Terima Aduan Penyakit Dampak Banjir
Menyikapi surat edaran Kemenkes No. SR.01.05/III/3461/2022 tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Suyuti Samsul juga menegaskan, telah melakukan sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) untuk sementara agar tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sirop, serta apotek dan toko obat dilarang menjual obat bebas dan bebas terbatas dalam bentuk syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirop kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana pada poin 8 dari edaran tersebut,” kata Suyuti, Kamis (20/10/2022).
Selain itu, lanjut Suyuti, pihaknya juga meminta orang tua yang memiliki anak, terutama usia di bawah 6 tahun, agar waspada dengan adanya gejala penurunan volume/frekuensi urine atau tidak ada urine, baik dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain dan mengimbau agar segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Bagi para orangtua yang memiliki anak, terutama usia balita, untuk sementara tidak mengkonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Untuk perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah, lanjut Suyuti, dianjurkan lebih mengedepankan tatalaksana non farmakologis, seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis.
“Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” ujarnya.
Temuan 3 Senyawa Berbahaya di Obat Sirop
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam acara daring yang digelar Rabu (19/10/2022) mengungkapkan, terkait larangan sementara penggunaan obat sirop, Kemenkes meminta agar para dokter dan tenaga kesehatan menggunakan obat penurun panas non-sirop.
“Jadi silakan para dokter dan tenaga kesehatan, bisa menggunakan obat penurun panas, ada yang berupa tablet, ada yang bisa dimasukkan melalui anal atau suppositoria, dan melalui injeksi,” ujarnya.
Syahril menjelaskan, terdapat temuan senyawa tertentu atau zat kimia berbahaya dalam riwayat obat yang dikonsumsi pasien gagal ginjal akut progresif atipikal, yakni etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE).
“Beberapa jenis obat sirop yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI (kita ambil dari rumah pasien), terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirop tersebut,” kata Syahril.
Ia menyebut ketiga zat kimia tersebut merupakan impuritas (cemaran) dari zat kimia ‘tidak berbahaya’ yakni polietilen glikol yang sering digunakan sebagai solubility enhancer atau zat pelarut tambahan di banyak obat-obatan jenis sirop.
Baca juga :Â Diduga Mau Mencuri, Toko Obat dan Praktek Bidan Dimasuki Orang
Karena itulah, kata Syahril, Kemenkes menginstruksikan seluruh apotek untuk sementara ini tidak menjual obat sirup, demikian pula tenaga kesehatan diminta tak lagi memberikan resep obat sirop.
Syahril juga menyebut sejauh ini pihaknya masih belum mengetahui penyebab penyakit misterius yang mengakibatkan 99 pasien meninggal dari 206 kasus yang dilaporkan di 20 provinsi.
Kendati demikian, ada temuan senyawa tertentu dalam riwayat obat yang dikonsumsi pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia.
Kemenkes masih belum bisa menyimpulkan hasil temuan itu lantaran membutuhkan bukti valid. Namun ia memastikan, penyakit misterius ini tidak terkait dengan pemberian vaksin virus corona (Covid-19).
“Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) saat ini membentuk tim untuk melakukan penelusuran lebih jauh tentang kasus ini,” ujar Syahril. [Red]
Discussion about this post