kaltengtoday.com, – Palangka Raya, – Adanya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terhadap sejumlah Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kalimantan Tengah (kalteng), salah satunya PT. Berkala Maju Bersama (PT. BMB), kini menjadi polemik.
Senior Manager Legal PT. BMB, H. Rudy Tresna Yudha mengatakan, sejak tahun 2014 PT. BMBtelah mengantongi SK pelepasan kawasan dan telah mengantongi izin usaha perkebunan(IUP) seluas 12.000 hektare.
Bahkan, PT. BMB juga telah terdaftar dalam Online Single Submission (OSS). Sehingga adanya SK Menteri LHK tersebut, dinilai menjadi kontradiktif antara perizinan yang telah dikeluarkan oleh tiga kementerian, yak i Kementerian LHK, Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/BPN.
Dari sisi hukum pertanahan, PT. BMB saat ini sudah memiliki HGU seluas 9.445,46 hektare yang juga mencakup luasan kawasan 8.559,45 hektare yang sudah ditanami dan telah berdiri pabrik kelapa sawit (PKS).
“Dengan terbitnya SK tersebut, artinya menambah ketidakjelasan status dan fungsi areal saat ini, yang mana HGU hanya bisa terbit di areal APL,” katanya, pada saat menggelar press release, Sabtu (8/1/2022) siang.
Dijelaskannya, adanya SK Menteri LHK tersebut juga dinilai berdampak pada nasib 900 karyawan PT. BMB, yang sebagian besar karyawan merupakan masyarakat lokal dari Suku Dayak.
Padahal, tujuan awal PT. BMB berdiri untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal, khususnya di Kabupaten Gunung Mas yang merupakan kabupaten pemekaran.
“Kondisi ini tentu dikhawatirkan menimbulkan polemik di kalangan karyawan serta masyarakat sekitar yang menjadi peserta kebun plasma, jika izin PT. BMB dicabut,” ujarnya.
Selama beroperasi, lanjut H. Rudy, PT. BMB tidak pernah mendapatkan peringatan tertulis dari Dinas Perkebunan. Bahkan Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) yang diraih oleh PT. BMB menunjukkan hasil yang baik.
Di sisi lain, PT. BMB juga selama ini belum pernah mendapatkan peringatan tertulis terkait evaluasi penggunaan lahan HGU dari Kementerian ATR/BPN, yang artinya lahan yang diberikan HGU aktif digunakan dalam investasi perkebunan sawit dan tidak menjadi lahan terlantar.
“Untuk itu kami mengharapkan agar pemerintah dapat meninjau kembali SK Menteri LHK tersebut, untuk kepastian investasi,” pungkasnya.
PT. BMB didirikan pada tanggal 16 April 2011 lalu, melalui akta pendirian No 25 dihadapan Notaris RA Setiyo Hidayati,S.H,M.H yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Hak Asasi Manusia Nomor : AHU-56325.AH.01.01. Tahun 2011 yang mana salah satu Pemiliknya adalah Bapak Cornelis N Anton putra Asli Dayak pedalaman Kabupaten Gunung Mas.
Baca juga :Â Empat Warga Katingan Diduga Keracunan Jamur Sawit
Dalam perjalanannya, PT. BMB terakhir dirubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Nomor : 16 Tanggal 16 April 2012 dan dirubah kembali Nomor: 44 tanggal 31 Mei 2012 dan kembali mendapat pengesahan MenkumHAM Nomor: AHU-34465.AH.01.02 tahun 2012 tanggal 25 Juni 2012.
Baca juga :Â Warga Masih Banyak Bertumpu Pada Hasil Berkebun Sawit
Saat ini PT. BMB memiliki lima perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kabupaten Gunung Mas seluas 9.445,46 hektare. Perusahaan juga bermitra dengan skema petani Plasma di Kecamatan Kurun dan petani Mandiri di Kecamatan Manuhing yang masing-masing mengelola 3000 hektare.[Djim]
Discussion about this post