kaltengtoday.com – Sampit. Polemik atau kisruh antara DPRD Kotim dengan Bupati Supian Hadi yang saling tunding dimedia bahkan sudah bernada ancaman, tidak selayaknya dilontarkan diplomasi politik seperti itu dipublik.
Kondisi itu terjadi akibat perbedaan persepsi dalam menyikapi Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No.119/2813/SJ dan No.177/KMK.07/2020 tentang Refocusing.
Pemerhati sosial dan juga pengamat kebijakan publik Muhammad Gumarang yang dihubungi kaltengtoday, Senin (untuk 4/5) menjelaskan, kegiatan dan Realokasi APBD 2020 dalam Rangka Penanganan Covid-19, yang inti daerah dibolehkan untuk melakukan penyesuaian anggaran (Adjusting Budged), “Istilah popolernya yang mereka kenal rasionalisasi anggaran tahun 2020,”jelasnya.
Pihak Ekskutif Kotim, jelas Gumarang, nampak sudah mulai melakukan penyesuaian atau rasionalisasi anggaran dan DPRD kotim meminta untuk dikordinasikan terlebih dulu namun eksekutif nampak menolak dan menyarankan menyusul pemberitahuan tertulis atas kegiatan penyesuain anggaran 2020 sesuai SKB 2 Menteri tersebut.
“Bahkan eksekutif melalui Sekda Kotim Halikinnor menawarkan pula pembahasan penyesuaian (rasionalisasi) anggaran tersebut dibarengkan dengan pembahasan perubahan anggaran 2020 nanti,” terangnya.
Menurut Gumarang, apa yang diusulkan oleh eksekutif tersebut dapat dibenarkan menurut aturan.
Menyikapi hal tersebut anggota DPRD Kotim mewacanakan untuk pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawal dan mengawasi kegiatan rasionalisasi anggaran 2020 dalam penanganan covid -19.
Langkah tersebut sudah ada penggalangan, walaupun tidak terlepas ada pro dan kontra ditubuh DPRD Kotim sebagai bentuk menunjukan wujud adanya tanda-tanda kehidupan demokrasi di Kotim sehingga sifat fungsi pengawasan terlihat lebih konkrit/nyata dimata public (masyarakat) bila hal itu terjadi, tambahnya lagi.
Munculnya wacana dari anggota DPRD untuk membentuk Pansus mendapat reasi keras dari Bupati Kotim Supian Hadi seakan akan tidak ada kepercayaan dari mitranya (legeslatif).
Bahkan mengajak segera melakukan rapat bersama pembahasan penyesuaian anggaran 2020 tersebut sehingga katanya ( Bupati Supian Hadi) kita buka bukaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Bahkan sempat terucap kata-kata yang membuat ketidaknyamanan anggota DPRD Kotim mendengarnya.
Sebab hal ini menyinggung gaji dewan terancam tak bisa dibayar bila PAD Kotim tidak memenuhi sebab gaji dewan bersumber pada PAD katanya,”Anggota dewan pun bereaksi keras terhadap sikap Bupati Supian Hadi,”jelasnya.
Dikatakan pihak DPRD bahwa mereka tak gentar dan jalan terus karena pembentukan Pansus sesuai konstitusi dan kebutuhan dan mereka menganggap sikap Bupati Kotim Supian Hadi tidak relevan dan tidak subtansial terhadap permasalahan.
Apalagi rasionalisasi anggaran bahkan cenderung bersifat reaksioner dan emosional yang nampaknya tidak suka adanya Pansus.
Ajakan Bupati Kotim untuk melakukan pembahasan bersama dengan dewan itu langkah yang keliru dan bisa nantinya dewan menjadi kambing hitam bila akibat pembahasan tidak rampung dan menimbulkan keterlambatan memenuhi waktu yang ditentukan.
Ditegaskannya lagi, masa rasionalisasi anggaran karena terbatas dan diberikan masa penundaan namun bila sampai akhir 2020 tidak menyampaikan penyesuaian APBD Kotim 2020 maka besaran Dana alokasi khusus (DAK) dan atau Dana bagi hasil (DBH) tidak akan disalurkan kembali kedaerah Kotim alias nihil ini bila terjadi sangat menyedihkan Kotim. ujarnya.
Dikatakannya lagi, bahwa DPRD Kotim tak perlu melakukan pembahasan, serahkan saja kewenangan rasionalisasi tersebut kepada pihak eksekutif untuk melakukan perubahan Peraturan Daerah tentang penjabaran APBD tahun anggaran 2020 dan nantinya diberitahukan kepada DPRD Kotim untuk dituangkan dalam Perda tentang perubahan APBD tahun anggaran 2020 , dan atau bisa ditampung dimasukan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bilamana Kotim tidak melakukan perubahan APBD tahun anggaran 2020 sesuai acuan SKB dua menteri dimaksud. ucapnya.
Sedangkan yang menyangkut wacana anggota DPRD Kotim untuk membentuk PANSUS diawal kegiatan seperti apa yang dilakukan DPRD Provinsi Kalteng dalam rangka upaya pencegahan kejahatan fraud hal itu baik sekali karena pencegahan itu jauh lebih baik dari pada penindakan dalam konteks penanganan khususnya pidana korupsi.
Dan langkah pembentukan tersebut sesuai amanah Konstitusi dan sesuai pula dengan peran dan fungsi DPRD yang diatur dalam SKB 2 Menteri tersebut DPRD wajib melakukan pengawasan atau sebagai pengawasan ekstern.
Apalagi pengawasan intern berada pada, pertama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), kedua Dirjen Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri, ketiga Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Dan dengan adanya Pansus DPRD kotim bisa melakukan jemput bola atau lebih proaktif bukan bersifat pasif menunggu dikantor dewan saja tapi bisa melakukan langkah-langkah invitigatif terhadap jalannya kegiatan rasionalsasi anggaran dalam rangka penanganan covid 19 sehingga data dan informasi yang akurat selalui terawasi terus terhadap kegiatan penggunaan anggaran covid 19 hasil rasionalisasi tersebut.
Selain itu pula untuk mendukung Pansus disarankan melibatkan peran dan fungsi pengawasan eksternal yang langsung berkaitan keahliannya yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan DPRD Kotim bisa bekerja sama dengan dua lembaga tersebut.
Dan sebenarnya BPK , BPKP sudah punya kewajiban atau sudah merupakan tugas dan fungsinya terhadap hal dimaksud sebagai lembaga Negara yang bertanggung jawab untuk menyelamat uang Negara dari unsur kejahatan.
Ditegaskan Gumarang lagi, mengapa dirinya melakukan penekanan juga kepada BPK dan BPKP agar harus terlibat karena adanya rawan atau sensitive adanya Fraud (kecurangan) karena rentan lemah sistim internal control misalnya dua atau lebih sumber penerimaan baik uang maupun barang digunakan untuk satu obyek pengeluaran yang sama, contohnya ada bansos pusat, bansos daerah, bansos perusahaan dan lainnya yang total nilai sangat besar Bansos Kotim saja dicanangkan Rp 253 Milyar. ujarnya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sekda Kotim Halikinnor di TV Hayat Sampit, belum Bansos lainnya, ini membutuhkan pendekatan keahlian audit forensic maka itu dibutuhkan BPK , BPKP dengan demikian akan memudahkan penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan, KPK untuk melakukan penindakan dalam proses perjalanan penggunaan anggaran dimaksud bila mana ada unsur kecurangan (Fraud), semoga saja tidak ada.
Belum lagi kita lihat sistim distribusi Bansos hampir dimana mana terjadi kemelut,carut marut potensi tumpang tindih menimbulkan kerawan adanya potensi penyelewengan, penggunaan data yang berhak menerima bansos saling yang berbeda misalnya Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial menggunakan data berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) namun berbeda dengan data yang digunakan Kades maupun fakta dilapangan ini adalah menunjukan lemahnya sistim control intern terhadap hal tersebut.
Keadaan ini sangatlah menyenangkan bagi pecandu korupsi, apa lagi daerah kotim yang merupakan termasuk daerah peringkat besar di Indonesia urusan korupsi yang tak terlupakan sepanjang jalan kenangan.
Baca Juga:
Petani Kecamatan Teluk Sampit Panen Raya, 10 Ton Gabah Kering
“Saya berharap semua tak perlu kisruh antara Bupati Kotim Supian Hadi dengan Anggota DPRD Kotim berpijaklah pada aturan main sebagaimana konstitusi dan peraturan perundang undang yan berlaku tanggalkan konflik kepentingan,ego sector,konflik pribadi, konflik politik, egoisme (ego pribadi) maka akan menciptakan Profesionalisme, saling menghargai,menghormati dalam kebersamaan mencapai kesuksesan dalam bingkai yang sesuai sesuai peran dan fungsinya masing-masing. pungkasnya. [Red]
Discussion about this post