“Artinya, seheboh apapun kondisinya (misalnya), segala tindakan pihak keamanan harus manusiawi, tidak boleh menyeret, mencekik, menginjak, memukul dan yang sifatnya premanisme yang terjadi seperti aksi turun jalan yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, dalam Tugas dan Kewajiban Aparatur Pemerintah sesuai UU sudah jelas dalam paragraf 3 pasal 13 bahwa dalam pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk, melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan.
“Maka segala yang terjadi di lapangan ketika aksi yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan dan tindakan yang dilakukan oleh aparat tentu tidak dibenarkan dalam bentuk apapun.
Maka Cipayung (+) Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah bermaksud untuk menyampaikan beberapa tuntutan, jelasnya.
Baca Juga :Â Banjir Di Kecamatan Danau Seluluk Juga Genangi Fasilitas Layanan Publik
Tuntutan pertama yakni, mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian terhadap Aktivis PMII di Kabupaten Pamekasan pada saat aksi massa tanggal 25 juni 2020.
“Menuntut pihak kepolisian agar menindak tegas aparat yang telah melakukan tindakan represif terhadap aktivis PMII Pamekasan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” sebutnya.
Selanjutnya, meminta Kapolri untuk mengevaluasi secara menyeluruh kinerja jajarannya, dalam hal penanganan aksi massa.
Pasalnya, belakangan sering terjadi tindakan represif aparat kepolisian terhadap aksi massa. Dan kemudian mendukung penuh upaya aktivis PMII Pamekasan untuk terus mengadvokasi kepentingan dan hajat hidup masyarakat, termasuk perihal penutupan tambang ilegal.
“Menuntut agar tindakan represif dalam penanganan aksi massa jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari, terlebih di Kalimantan Tengah, Bumi Pancasila,” tukasnya. [Red]
Discussion about this post