kaltengtoday.com, – Palangka Raya – Kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan ekspor CPO dan produk turunannya saat ini dinilai setengah hati oleh Anggota DPRD Kalteng, Fajar Hariadi.
Dirinya menjelaskan, kebijakan tersebut memiliki syarat yang tidak menjawab kebutuhan para petani sawit, khususnya di wilayah Kalteng.
Akan tetapi, pihaknya mendorong agar pemerintah dapat memberlakukan sistem Dimestic Market Obligation atau DMO.
Baca juga :Â Pemantauan Harga Minyak goreng Untuk Antisipasi kelangkaan di Seruyan Hulu
“Dengan sistem DMO ini maka ini dapat di pastikan ekspor akam berjalan denhan cepat, dan minyak goreng untuk rakyat akan terpenuhi,” ucapnya kepada awak media, Rabu (8/6).
Fajar juga menekankan kepada pemerintah daerah untuk mendesak pemerintah pusat, atau melalui Kementerian Koordinator Ekonomi, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian agar dapat segera memberlakukan sistem DMO, sehingga dapat menjadikan hal tersebut solusi.atas kisruh industri sawit dan pasokan minyak goreng.
Pihaknya juga mengungkapkan kebijakan minya goreng satu harga beberapa waktu lalu belum menjawab akar persoalan yang terjadi di kalangan masyarakat.
Kebijakan satu harga tersebut, terang Fajar, dapat diterapkan karena disubsidi dari pungutan ekspor (PE) yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Baca juga :Â Warga Serbu Minyak Goreng Curah yang Dibagikan Koramil Tamiyang Layang
“BPDPKS itu memungut PE CPO yang berasal dari sawit perusahaan dan petani rakyat. Artinya, petani juga punya kontribusi besar, sementara imbal balik ke petani sangat minim,” bebernya.
Lebih lanjut, pihaknya menyarankan agar pemerintah melanjutkan subsidi minyak goreng.
“Seharusnya dengan dicabutnya larangan ekspor pertanggal 23 Mei 2022 lalu, cukup melanjutkan program subsidi minyak goreng curah dan ditambah subsidi minyak goreng kemasan sederhana dari dana sawit BPDPKS yang mencapai triliunan itu, dan petani sawit memiliki kontribusi besar di BPDPKS,” tutupnya.[Red]
Discussion about this post