kaltengtoday.com, Palangka Raya – Ketua Umum Forum Pemuda Dayak Kalimantan Tengah (Fordayak Kalteng), Bambang Irawan bersama dengan puluhan anggotanya menggelar Ritual Adat Hinting Pali di kediaman Hj. Fatmi yang merupakan warga jalan Tenggiri, Kota Palangka Raya, Senin (8/5) sore.
Bambang Irawan menjelaskan, pokok permasalahan berawal dari terjadinya penyerobotan tanah Petak Palaku atau Tanah yang menjadi persyaratan Nikah adat Dayak miliknya.
“Semua berawal dari tanah yang menjadi sengketa adalah tanah Petak Palaku milik saya dengan ukuran 30×80. Tiba -tiba pada tahun 2018 tanah tersebut digarap dengan alat berat jenis Eskavator, padahal saya sebelumnya sudah mengingatkan bahwa tanah tersebut ada pemiliknya,” kata Bambang kepada awak media.
Ia melanjutkan, bahkan pihaknya sudah melakukan mediasi dengan Hj. Fatmi yang mengaku mengantongi sertifikat sejak tahun 2003, dimana dalam sertifikat tersebut disebutkan bahwa jalan yang menjadi titik lokasi tanah adalah jalan Tingang, bukan jalan Gurame.
Baca Juga : Seleksi Pejabat di Otorita IKN Dinilai Masih Jadikan Orang Dayak Hanya sebagai Penonton
Ia menerangkan, setelah dilakukannya mediasi pada tahun 2018, pihaknya melihat tidak ada aktifitas, hingga akhir tahun 2019. Namun pada tahun 2020, mulai adanya pembangunan kawasan perumahan dan pihaknya kembali meminta agar persoalan tanah tersebut diselesaikan terlebih dahulu.
“Saya sudah bilang, ayo kita duduk bersama dan berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan. Apalagi kita marka dan sejarah masing-masing terhadap tanah tersebut. Kemudian pada tahun 2022 saya kembali menegaskan kepada yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalahan, namun tidak ditanggapi bahkan dari pengacara kami telah memberikan surat somasi satu, dua, hingga ketiga, yang artinya secara administrasi kenegaraan pun sudah kami lakukan, termasuk secara organisasi kami telah menyurati Hj. Fatmi untuk menyelesaikan permasalahan,” terangnya.
kemudian, ia secara pribadi dan keorganisasian menghormati langkah hukum yang diambil oleh Hj. Fatmi, dengan menyewa jasa pengacara dan melakukan pertemuan di Polresta Palangka Raya.
“Ternyata hasil pertemuan di Polres pada saat itu tidak menemukan titik temu, sehingga hari ini kita melaksanakan ritual Hinting Pali, karena secara adat kami merasa ada hak orang Dayak yang dilanggar dan dalam waktu 3 tahun tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan secara baik-baik,” tukasnya.
Lebih lanjut, pihaknya menegaskan akan tetap menerima apabila yang Hj. Fatmi mau menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik-baik.
Baca Juga : Polres Kapuas Terima Kunjungan Laskar Nusantara dan Fordayak
“Namun apabila setelah Hinting Pali dilakukan tidak ada itikad baik, maka proses adat akan tetap berjalan dan kemungkinan terburuknya melalui putusan hukum adat, kami akan melakukan pengusiran terhadap yang bersangkutan karena tidak menghormati adat Dayak di Kalteng,” tegasnya.
Dilain pihak, Hj. Fatmi selaku warga yang mengantongi sertifikat resmi menyampaikan tidak menerima perlakuan Fordayak, mengingat objek yang menjadi sengketa berada di jalan Gurame dan bukan di jalan Tenggiri.
Ia turut menjelaskan, sertifikat tanah yang saat ini menjadi sengketa dikeluarkan pada tahun 2003 dan telah divalidasi oleh BPN sekaligus dibeli secara resmi pada tahun 2015, dimana proses pembelian tersebut diperkuat dengan akta notaris.
“Artinya saya tidak membeli tanah tersebut dengan sembarangan dan saya rawat. Bahkan sampai tahun 2020 silam saya bangun perumahan disitu tidak pernah ada pengaduan dari masyarakat. Sebelum pembangunan itupun saya memvalidasi ulang ke BPN hingga dikeluarkanlah IMB dan tanah tersebut sudah dipecah menjadi 5 dalam arti sudah bukan atas nama saya lagi,” tukasnya. [Red]
Discussion about this post