Kalteng Today – Palangka Raya, – Dipandang perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 4 Tahun 2018 tentang pajak daerah. Hal itu dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan efisiensi serta efektivitas layanan pemungutan pajak daerah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua II DPRD Palangka Raya, Basirun B Sahepar, saat membuka rapat paripurna ke 11 tahun sidang 2020/2021 di ruang rapat komisi DPRD Palangka Raya, secara virtual, Senin (16/11/2020).
Adapun inti yang disampaikan dalam paripurna tersebut lanjut Basirun adalah penyampaian. Laporan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terhadap hasil pembahasan rancangan perda (Raperda) yang diajukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya.
Sementara itu juru bicara Bapemperda, Rusdiansyah mengatakan, hasil pembahasan antara DPRD dan Pemko setidaknya ada beberapa perubahan, penyesuaian dan penyempurnaan terhadap perubahan perda tentang pajak daerah.
“Judul tak ada perubahan, namun ada perubahan dalam beberapa redaksi dan substansi di dalam perda tersebut,” ujarnya.
“Kemudian ada beberapa tambahan dasar hukum, dan pasal-pasal disempurnakan dan dilakukan perubahan serta penambahan definisi,” tambahnya.
Dijelaskan, untuk beberapa penyesuaian dalam raperda tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 66. Dimana ada perubahan, sehingga berbunyi “Masa pajak adalah jangka waktu 1 bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan peraturan kepala daerah paling lama 3 bulan kalender yang digunakan wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang”.
Selanjutnya, terdapat juga penambahan definisi pada Pasal 90, yang menjadi “Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah besaran nilai yang merupakan batas tertinggi nilai atau harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak”,tutur dia.
Lalu pada Pasal 91, disebutkan bahwa omset dari nilai penjualan adalah laba kotor atau pendapatan kotor yang dihasilkan oleh sebuah usaha.
Rusdiansyah menambahkan, di dalam Pasal 14 ayat 2 bagian A telah dipertegas bahwa hal yang tidak termasuk objek pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh rumah makan atau restoran yang pengelolaannya masih satu manajemen dengan hotel, dan pembayarannya menjadi satu kesatuan dengan objek pajak hotel.
Berikutnya dalam bagian B, yang tidak dikenakan pajak adalah pelayanan yang disediakan restoran yang omset dan nilai penjualannya tidak melebihi Rp200 Ribu per hari, dan/atau usaha bakery yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak dan dari usaha industri rumah tangga.
Kemudian dalam Pasal 84 setelah disempurnakan menjadi masa pajak sarang burung walet adalah jangka waktu paling lama 3 bulan kalender.
“Selain itu dalam pasal 99 ayat 6 disesuaikan menjadi surat keterangan NJOP PBB dapat diperoleh dari BPPRD. Dan di ayat 9 ditambahkan jika NPOPTKP BPHTB diberlakukan 1 kali setiap wajib pajak dalam 1 tahun,” paparnya. [Red]
Discussion about this post