Adanya efek sedatif dan efek samping lainnya serta terjadinya penggunaan obat diluar indikasi yang dianjurkan mengakibatkan dilakukan batasan terhadap penggunaan obat carisoprodol.
Dengan kata lain, manfaat yang ditimbulkan dari obat ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan terutama pada penyalahgunaan bersama dengan obat golongan opioid.
Laporan pertama terkait penyalahgunaan carisoprodol terjadi pada tahun 1978. Pada tahun 1990’an dinyatakan bahwa adanya peningkatan potensi untuk terjadinya penyalahgunaan carisoprodol.
Sehingga penggunaan carisoprodol harus dibatasi pada pengobatan jangka pendek dari kondisi muskuloskeletal akut yang melibatkan kejang otot yang signifikan. Namun kasus penyalahgunaan carisoprodol masih terus ditemukan.
Laporan kasus diantaranya adalah adanya pasien yang mencoba mendapatkan resep untuk karisoprodol dari beberapa dokter, adanya pasien yang mencoba untuk menggunakan carisoprodol sebagai pengganti opiad.
Adanya pasien yang memperoleh obat secara rutin yang selanjutnya dikonsumsi tidak sesuai dosis yang dianjurkan untuk memperoleh efek penenang, adanya pasien yang membayar untuk dituliskannya resep yang mengandung karisoprodol yang selanjutnya dilakukan penyalahgunaan, adanya pasien yang memperoleh obat dari layanan pos dokter hewan.
Baca Juga:Â Peredaran Ribuan Pil Somadril Ilegal Senilai Rp. 4,8 Miliar Digagalkan BNNP
Kecurigaan akan dilakukannya penyalahgunaan obat harus diperhatikan pada pasien yang meminta obat tanpa resep dan berdalih dengan alasan kehilangan resep, pengguna carisoprodol kronis, dan pasien yang menolak penggunaan alternatif obat lain yang memberikan aktivitas sama dengan carisoprodol.
Banyaknya laporan kasus terkait penyalahgunaan senyawa carisoprodol tersebut, di Amerika Serikat terhitung sejak 11 Januari 2013 obat ini dimasukkan ke dalam schedule IV Controlled Substance Act (CSA) tahun 1970. Sedangkan di Swedia dan Norwegia obat ini telah ditarik dari pasaran pada bulan November 2007 dan Mei 2008.
Di Indonesia sendiri pada tanggal 16 Juli 2013 Berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK.04.1.35.06.13.3535 tahun 2013 dilakukan pembatalan izin edar, penghentiaan produksi, penarikan dari peredaran dan pemusnahan obat yang mengandung carisoprodol.
Obat yang dilakukan penarikan izin edarnya diantaranya adalah somadril compositum, New skelan, Carsipain, Carminofein, Etacarphen, Cazerol, dan Bimacarphen.
Jika pada September 2017 masih ditemukan obat yang mengandung karisoprodol, terutama pada kasus di Medan dimana obat PCC ditemukan dalam bentuk blister dengan merek somadril compositium dapat dikatakan bahwa ada cerita lama yang belum tuntas dan bersemi kembali yang meminta untuk diselesaikan. [Red]
Discussion about this post