Kaltengtoday.com, Palangka Raya – Bencana banjir yang terjadi untuk kedua kalinya terjadi sejak awal tahun 2024 lalu di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) ditanggapi Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (Wamen LHK RI).
Menurutnya, banjir yang terjadi di beberapa daerah di Kalteng disebabkan beberapa daerah itu punya permukaan rendah, sehingga sifatnya memang rawan tergenang.
“Bukan karena pengaruh lain, dari dulu memang begitu. Tapi memang harus diakui juga ada kontribusi dari pengaruh lain juga, seperti tutupan hutan yang berkurang, makanya terus kami kendalikan sekarang,” katanya kepada awak media saat setelah meresmikan Pusat Daur Ulang Sampah Kota Palangka Raya, Rabu (29/5).
Alue menuturkan, untuk menutup celah alih fungsi hutan, pihaknya telah menjalankan moratorium total terhadap alih fungsi hutan primer, termasuk di lahan gambut.
Baca Juga : Tahapan Pekerjaan Harus Menghindari Bencana
Akan tetapi, ditambahkannya, alih fungsi hutan kemungkinan terjadi karena ada pihak yang mendapatkan izin konsesi sebelum adanya moratorium, serta pembukaan lahan dilakukan secara bertahap.
“Karena memang pembukaan hutan skala besar butuh modal, sehingga kalau dia punya izin konsesi 5000 hektare (ha), misalnya dia buka 500 ha per tahun, jadi tidak sekaligus,” ungkapnya.
Alue juga menyampaikan, terdapat cukup banyak faktor alam yang memengaruhi terjadinya bencana banjir. Seperti curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan kondisi ini turut memperparah perubahan iklim yang terjadi, sehingga menyebabkan curah hujan itu jauh lebih meningkat.
“Juga kadang-kadang daya tampung sungai kita itu mengalami pendangkalan karena ada erosi, sedimentasi tanah yang turun ke sungai, makanya badan-badan perairan itu harus dijaga agar daya tampung airnya bisa bertambah,” terangnya.
Ia menambahkan, perlu dibuatnya skala pengerukan sungai, normalisasi, atau uruk sungai, yang bertujuan untuk menambah daya tampung air di sungai. Sebab, jika daya tampung kecil, maka akan tidak akan bisa menampung air jika terjadinya curah hujan yang tinggi.
Ia menerangkan, saat ini pihaknya telah menjalankan berbagai program pemulihan lingkungan untuk mendukung daya tampung lingkungan terhadap berbagai bencana yang terjadi.
Baca Juga : Minta Buat Mitigasi Bencana
Seperti pemulihan ekosistem gambut, restorasi gambut, dan pemulihan daerah aliran sungai (DAS).
Lebih lanjut, sejumlah pihak, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kalteng, menilai banjir yang terjadi banyak disebabkan oleh tingginya angka deforestasi yang terjadi di provinsi setempat.
Pendapat tersebut juha didukung data dari Auriga Nusantara yang mencatat Provinsi Kalteng menjadi daerah paling banyak kedua yang menyumbang angka deforestasi di Indonesia, yakni seluas 30.433 ha.
Posisi ini berada di bawah Kalbar di posisi pertama yang menyumbang angka sebesar 35.162 ha dan di atas Kaltim yang sebesar 28.633 ha.
Menanggapi hal tersebut, Alue Dohong mengeklaim deforestasi di Indonesia sudah jauh menurun, yang didasarkan pada data Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) dengan notabene menjadi rujukan pemerintah dalam melihat keadaan hutan di Indonesia.
Baca Juga : Peduli Korban Bencana Kebakaran ASBADATA Salurkan Bantuan Sembako
“Bahkan sejak 10 tahun terakhir ini data deforestasi nasional sudah terendah, cuman 102 ribu ha per tahun 2022, dulunya jutaan ha, ini sudah diakui dunia bahwa Indonesia berhasil mengurangi deforestasi dibandingkan daerah-daerah lain seperti Brazil dan lain-lainnya,” terangnya.
Alue menyebut tentu akan pihaknya perhatikan apabila ada spot-spot tertentu terjadi alih fungsi hutan yang ilegal, sehingga menyumbang angka deforestasi, salah satunya di Provinsi Kalteng.
“Penegakan hukum akan terus kami lakukan dan pembinaan juga akan kami lakukan terus-menerus,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post