kaltengtoday.com, Palangka Raya – Hingga saat ini kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum dosen terhadap mahasiswinya, masih bergulir.
Pranata Humas Ahli Madya UPR, Despriawan Imanuel mengatakan, sejauh ini universitas telah memberikan dukungan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan UPR berdasarkan amanat Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Selain itu juga langkah yang telah dilakukan mengacu pada Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Baca Juga : Polisi Belum tetapkan Oknum Dosen Terduga Kasus Kekerasan Seksual Jadi Tersangka
“Untuk melaksanakan penanganan korban kekerasan seksual tersebut, UPR telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang bersifat Adhoc,” katanya, Sabtu (4/2/2023).
Dengan adanya Satgas Adhoc PPKS ini, UPR telah melakukan pendampingan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual dengan melibatkan pihak-pihak terkait, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalimantan Tengah, Advokad, dan Aparat Penegak Hukum.
Dengan demikian, sejak korban melakukan pelaporan, UPR telah memberikan pendampingan dan korban telah dititipkan di rumah aman.
Perlindungan korban tersebut, lanjut Despriawan, juga diberikan melalui Fakultas Pendidikan dan Ilmu Keguruan (FKIP) dengan menjamin keberlanjutan studi korban, sehingga korban dalam melaksanakan perkuliahan difasilitasi melalui perkuliahan secara daring.
Baca Juga : Kampus Hentikan Sementara Hak Mengajar Oknum Dosen yang Diduga Lakukan Kekerasan ke Mahasiswi
“Pelaksanaan dukungan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, pihak UPR melalui Satgas Adhoc PPKS telah melakukan pemenuhan kewajiban korban dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas, akuntabilitas, independen, kehati-hatian, konsisten dan jaminan ketidakberulangan,” pungkasnya.[Red]
Discussion about this post