kaltengtoday.com, Tamiang Layang – Mencermati situasi yang semakin terlihat kondusif, di mana perekonomian mulai menggeliat bangkit, maka para seniman serta pelaku ekonomi kreatif di bidang seni/budaya di Kabupaten Barito Timur, bertekat akan kembali berkarya.
“Saat pandemi, kita memang tak bisa apa-apa. Berkreasi paling hanya di media on-line, seperti You Tube. Sekarang ya mulai kita pikirkanlah menggelar karya di tempat yang memungkinkan. Meski tetap saja, kita terapkan protokol kesehatan,” ujar Lunang, salah seorang pegiat sanggar tari tradisional sekaligus pemain musik band asmimilasi pentatonik-diatonik di Bartim.
Senada dengan Lunang, Udin Fahrian, penata tari tradisional Pesisir (Bakumpai) dan tradisional Maanyan, mencetuskan gagasan kembali berkarya. “Saya ingn teman-teman yang biasa menggelar kegiatan, entah itu dari Komunitas A, sanggar C, kelompok F atau yang lain, bisa berkomunikasi, membangun gagasan sama-sama. Selama ini kita berjalan sendiri, tak ada salahnya kita sesekali berkoalisi. Harapannya adalah, mengikis egosentris kita dari keinginan mendominasi penyelenggaraan. Bahasa gampangnya ; menghindari kecemburuan, kok ya itu-itu saja yang membuat acara, apalagi dapat job dari sponsor. Dengan bersama-sama, kan orang melihat kekuaran kebersamaan kita,” papar pria yang juga merupakan ASN di Pemda setempat ini.
Baca Juga : Pelaku Seni dan Budaya Harapkan Dapat Kembali Berkarya
Sedikit berbeda, namun punya benang merah yang sama, Budi Pri, pelaku seni yang sudah mulai menata ke langkah profesional di mana ia mendirikan perusahaan khusus EO, mendukung transkomunikasi antar kelompok atau komunitas tersebut. Karena itu berdampak positif bagi eksistensi para pelaku seni budaya di Kab Bartim.
“Namun dalam konteks profesional, musti dipertegas komitmen ketika membuat sebuah –katakanlah- proyek ya. Apakah itu pergelaran di gedung, festival musik, film lokal atau apa saja. Jangan sampai hanya berpegangan pada prinsip gotong royong. Kasihan yang kerja. Setidaknya beri jatah rokok, makan-minum. Jadi, itu namanya kita memanusiakan orang. Soalnya saya sering dengar keluhan tuh, teman-teman kerja nangani penyelenggaraan, ada yang istilahnya dapat kambing, ada yang dapat anak ayam, malah ada yang nggak dapat apa-apa,” ujarnya seraya tertawa, saat ditemui di rumahnya sedang meerima tamu beberapapelaku seni di Bartim yang nerbeda kelompok, tadi siang (Minggu, 26/11)
Baca Juga : Menanti Kabar Pemberdayaan Wisata di Dam Tampa
Dan kalau mau dicermati, memang ada benanrnya juga. Gegap gempita sebuah kelompok atau komunitas dalam berkarya, seringkali meredup hanya karena “semangat kegotongroyongan” yang terlalu kuat. Artinya, hanya sekadar sibuk, tapi agak menafikan jasa dan tenaga anggotanya yang membantu. Dan untuk membangun sinergi yang kuat dalam membangun iklim berkesenian/ berkebudayaan, yang menunjang ekonomi kreatif, tentunya pandangan orientasi ke bisnis, sudah mulai harus ditumbuhkan. [Red]
Discussion about this post