Kalteng Today – Palangka Raya, – Tata batas antara masyarakat dan lahan Program Food Estate Singkong yang Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas (Gumas) menjadi persoalan yang lahir pada saat ini.
Melihat hal tersebut, DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui Komisi II meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng agar dapat mencari solusi hal tersebut. Sehingga tidak menyebabkan persoalan dilain hari.
Menurut Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Lohing Simon mengungkapkan, kekhawatiran yang muncul di masyarakat terkait tata batas baru tersebut disebabkan karena sejumlah faktor.
“Sebenarnya yang mencuat selama ini bukan permasalahan, hanya sebuah kekhawatiran dari masyarakat. Hal ini terjadi karena minimnya sosialisasi dan pemahaman yang diberikan ke masyarakat, sehingga masyarakat beranggapan lahan yang akan digarap akan hilang begitu saja tanpa ada kejelasan, padahal kenyataannya bukan seperti itu,” ungkap Lohing, Jumat (4/6).
Dirinya membeberkan, lahan Food Estate Singkong di Kabupaten Gumas terdapat 32 ribu hektar dengan realisasi percobaan seluas 2 ribu hektar dan dibagi 2 tahapan.
“Tahapan awal penggarapan adalah seluas 2 ribu hektar, namun hal tersebut belum dilaksanakan sampai sekarang. Sedang untuk masa percobaan, lahan yang baru dibuka adalah 640 hektar dan yang sudah ditanami singkong baru 200 hektar,” terangnya.
Dalam tahapan tersebut pun, pihaknya meminta ketegasan eksekutif untuk mensosialisasikan terkait dengan lahan seluas 640 hektar tersebut yang tidak termasuk dalam luasan 2 ribu hektar.
Pihaknya meminta agar instansi dan pemerintah di tiap tingkatan agar saling bersinergi dengan pemerintah pusat khususnya Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dalam meningkatkan sosialisasi program Food Estate singkong kepada masyarakat.
Sebelumnya Komisi II melalui pertemuan pihaknya yang dilaksanakan di Balai Pertemuan Desa Tewai Baru pihaknya menggali informasi lebih jauh terkait persoalan yang ada.
Pada kesempatan tersebut pula Camat Sepang, Sayusdi menyampaikan permasalahan Food Estate Singkong yang ada di Kecamatan Sepang, berawal saat adanya kekhawatiran masyarakat terkait lahan yang dimiliki masyarakat setempat.
“Awalnya tidak ada masalah, namun masalah muncul saat adanya pemasangan Plang yang menyatakan lokasi tata batas yang dipasangi Plang tersebut merupakan lahan Food Estate. Sehingga masyarakat khawatir bahwa lahan yang dipasangi Plang tersebut akan diambil oleh negara secara sepihak,” tuturnya.
Dirinya menambahkan, sedangkan lahan milik masyarakat sudah berkekuatan hukum atau bersertifikat.
Selain itu, masyarakat setempat juga beranggapan Lahan yang diperuntukan bagi Food Estate Singkong, tersebut yakni lahan yang masuk dalam kategori tidak produktif.
Baca Juga : Dukung Food Estate, Komisi B DPRD Kalteng Kunker ke Pulang Pisau
”Lahan yang dibuka sekarang, menunjukan pengembangan yang tidak begitu menggembirakan, karena berada di lahan yang tidak produktif. Oleh karena itu perlu adanya teknologi khusus untuk mengolah tanah tersebut agar bisa produktif dan masyarakat tetap berharap agar program ini bisa sukses,” pungkasnya.[Red]
Discussion about this post