Kaltengtoday.com, Kasongan– Panas terik matahari pada pagi itu tidak menyurutkan semangat. Meskipun membutuhkan perjalanan hingga 7 jam dari Kota Kasongan menuju Ke Riam Jarawi yang berada di Desa Tumbang Tangoi, Kecamatan Petak Malai.
Bahkan, agar sampai ke Riam tersebut harus beristirahat untuk satu malam terlebih dulu dengan memasang tenda perkemahan di sebuah kawasan pinggir sungai. Tidak mudah supaya bisa menampakan kaki di riam yang punya mitos dan cerita tersendiri.
Baca juga :Â Bupati Katingan Apresiasi Inovasi Pelayanan Umat di Kemenag
” Iya rombongan berangkat dari Kamis pagi dan sampai ke Dusun Jamparan saja sudah sore hari dan berhenti sejenak menginap pada malam hari, ” Kata Bupati Katingan Sakariyas.
Di hari berikutnya, para rombongan lalu melakukan rencana awalnya untuk menjajaki riam Jarawi. Dari tempat perkemahan hingga ke lokasi memakan waktu satu jam dengan menggunakan kendaraan roda empat dobel cabin.
Kawasan Riam Jarawi ini berada di bawah bukit yang cukup terjal. Sekitar tujuh ratus meter untuk turun ke bawah menyusuri riam yang menjadi unggulan Bumi Penyang Hinje Simpei tersebut.
Ketika sudah sampai disini, mata pun dibuat takjub karena keindahan dan pesona dari riam yang dipenuhi bebatuan dari gempuran air yang sangat deras.
Menurut dari catatan Tabel Dalinsari,
Riam Jarawi yang terletak di aliran sungai baraoi dan bermuara di sungai Samba. Asal usul riam ini berasa dari Bahasa Dohoi Dayak Ut Danum yang artinya labi-labi atau bidawang bahasa Indonesia.
Zaman dahulu, ada seorang pria Dayak bernama Tambun yang gagah perkasa dan sakti mandraguna yang pergi berburu mencari hati binatang seperti babi, rusa, kancil dan binatang lainnya
untuk istrinya yang sedang mengidam bernama Bungai Bahinoi yang memiliki rambut panjang dan berkuncir
” Tambun berburu ke hutan melalui Bukit Raya, Bukit Bangapan, Bukit Mohod , Datah Hotap dan Sepan Kasuhui sampai petang hari. Namun, tidak menemukan binatang atau satwa yang dicari. Tambun menemukan sungai yang memiliki aliran air yang deras dan membuat sapan atau lanting dari kayu gahung kemudian melakukan perjalanan dari sungai tersebut dan menemukan riam Pajajan Hicop dan sampan yang digunakan itu hancur dan membuatnya terbawa arus sungai.
Waktu itu sudah larut malam dan ia berhenti di Sungai Ahoi yang memiliki arti dari bahayak Ut Danum Menende Kaheka atau berhenti karena lelah. Keesokan paginya, Tambun melakukan perjalanan ke Sungai Baraoi dan di tengah perjalanan menemukan riam yang cukup besar dan sampan yang digunakannya kembali hancur dan terbawa arus. Setelah itu ia meminta tolong kepada siapa saja yang ada disitu.
Saat itu, ada satu binatang yang muncul Bere dan berukuran cukup besar dan Tambun bersumpah untuk tidak membunuh akan memakan binatang ini hingga anak cucuknya nanti.
Baca juga :Â Bupati Katingan Hadiri Groundbreaking Pembangunan Kantor Pengadilan Agama Kasongan
” oi jorawi eam kani aku ngonin iko akan ukun panguman anak osuk ku nyiring jaham, ” Cetus dalam mitos itu.
Namun, Tambun mengingat istrinya Bungai yang sedang mengidam hati binatang dan malah melanggar janji membunuh bere atau Jorawi serta mengambil hatinya.
Dengan sekejap, petir menyala dan langit berubah gelap, Jorawi atau Jarawi berubah menjadi batu yang besar dan menyelimuti riam itu sehingga Tambun menjadi gaib. Sampai saat ini riam ini terkenal dengan riam Jarawi atau kiham Jorawi dan telapak kaki Tambun ada di riam tersebut. [Red]
Discussion about this post