“Lalu adanya pengaturan tentang dapatnya dilakukan penambahan jumlah penyidik dan jaksa terhadap beberapa kondisi khusus,”kata Satriadi.
“Dalam peraturan ini juga disebutkan adanya penghapusan persyaratan minimal terhadap jaksa yang ditempatkan di Sentra Gakkumdu, yang awalnya diharuskan memiliki pengalaman tiga tahun sebagai penuntut umum,” ungkapnya.
Satriadi menyampaikan kembali, dalam hal proses penegakan hukum, peraturan tersebut juga menambahkan pasal terkait jangka waktu dan mengharuskan kepada penyidik dan jaksa yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu untuk mendampingi pengawas pemilihan dalam penerimaan laporan.
Sedangkan, terkait alat bukti, dijelaskannya bahwa peraturan bersama mengatur pembahasan laporan atau dikenal dengan temuan dalam pilkada, yang merupakan dugaan tindak pidana atau bukan dengan didukung minimal dua alat bukti.
Untuk tugas penerusan laporan, dilakukan oleh pengawas pemilihan ke penyidik Polri dilakukan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) kemudian dilakukan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum (Jaksa).
Satriadi juga menjelaskan terkait dengan penambahan pasal tentang praperadilan yang mana dalam hal terdapat permohonan praperadilan.
“Penyesuaian dengan situasi pandemi juga tertuang dalam tambahan pasal terkait dengan situasi pandemi covid-19 maka pelaksanaan penanganan tindak pidana pemilihan wajib mengikuti standar protokol kesehatan,” tuturnya.
Baca Juga : FKIP UPR Lakukan Tahapan Pemilihan Dekan
Maka dari itu, dengan berlakunya kesepakatan bersama tersebut, artinya Peraturan lama yakni Nomor 14 Tahun 2016, Nomor 01 Tahun 2016, Nomor 013/JA/11/2016 tentang Sentra Penegakan Hukum dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
“Saya harap dengan terbitnya peraturan bersama ini bisa dijadikan dasar sekaligus pedoman kerja penegakan hukum pemilu sekaligus katalisator agar lebih efektif dan efisien dalam menangani kasus-kasus pelanggaran hukum selama berlangsungnya pemilihan 2020,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post