Kaltengtoday.com, Entertainment – Sekarang kita bangga, beberapa aktor/aktris dari negeri kita sudah go international. Beraksi bukan hanya sekadar nongol seliweran alias figuran di film-film Hollywood. Joe Taslim dan Iko Uwais adalah dua aktor action yang terbukti sudah memapankan diri di sana. Bahkan penampilan Iko Uwais sebagai Hard Master di dua atau tiga scene film Snake Eyes; GI Origins (2021) pun, memberi variasi pada penokohan dalam film tersebut.
Sebenarnya, di era akhir ’70-an hingga ’80-an dulu, aktor asal Magelang, Jawa Tengah, Willy Dozan yang saat itu menjadi pemain film kungfu di Hongkong, sudah dikenal publik di Amerika dengan sebutan Billy Chong. Sayang, sukses film Sun Dragon (1979) tidak menjadikan Willy kemudian menetap dan bermain di sana.
Ini membuktikan bahwa sebenarnya Indonesia bukan negara antah berantah di peta industri perfilman dunia. Join produksi beberapa kali antara sineas Indonesia dengan mancanegara, juga sudah dijalin sejak era dahulu. Tak heran, jika kemudian, nama negeri ini pun kemudian disebut pada beberapa film produksi Hollywood.
Secara khusus, sutradara Charles Harrington lewat film drama spionase Matahari (1985), malah lebih banyak men-shoot kejadian-kejadian nyata agen rahasia Matahari, yang dimainkan oleh aktris senior Sylvia Kristel, di tanah Nusantara. Sebagaimana kita ketahui, wanita legendaris dalam sejarah yang akhirnya dihukum mati itu memang berdarah Indonesia.
Bahkan penulis terkejut, lady rocker legendaris Joan Jett, yang diperankan Kristen Stewart pun, menyebutkan negeri Indonesia, dalam film biopik musikal The Runaways (2010). “Ayahmu yang pemabuk itu, atau ibumu yang ada di Indonesia?” tanya Joan Jett pada Cherrie Currie, vokalisnya saat tergabung dalam band The Runaways, pada dialog di scene tersebut.
Baca Juga : It’s Spooky Season! Rekomendasi 5 Film Pendek Horor Indonesia, Berani Nonton?
Lebih spesifik lagi, dalam film televisi Krakatoa: The Last Days (2006) produksi stasiun TV BBC London, Inggris, diselingi beberapa kali percakapan dalam Bahasa Indonesia. Meski tentu saja dengan logat bule Britania yang sulit dibuang. Sayang, film yang menceritakan keluarga Belanda menjadi saksi letusan gunung terdahsyat sepanjang sejarah modern ini, hanya ditayangkan secara terbatas.
Di film Anaconda 2: The Hunt For The Orchid (2004), meski hanya dua dialog dalam Bahasa Indonesia, menunjukkan pula kalau negeri ini menjadi pilihan sang film-maker daripada harus memunculkan kisah dengan setting di negeri fiktif.
Baca Juga : Deretan Selebriti Indonesia yang Disebut Korban ‘Cancel Culture’
Ke depan mungkin kita sangat berharap, ada film produksi Hollywood berkualitas yang total memakai Bahasa Indonesia. SebagaimanaApocalypto (2006) yang memakai bahasa asli Indian Maya, serta The Passion of Jesus Christ (2004) yang memakai bahasa yang sudah dinyatakan unah leh para ahli lingusitik, yaitu Bahasa Aramaik. Kedua film garapan aktor senior sekaligus sutradara Mel Gibson ini, diakui sebagai film sukses meskipun tidak memakai Bahasa Inggris. Jadi, Bahasa Indonesia, kenapa tidak? [Red]
Discussion about this post