kaltengtoday.com, – Palangka Raya – Persoalan pertanahan salah satu yang menjadi sorotan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Kalteng, Agustin Teras Narang.
“Kami menyoroti sengketa wilayah perbatasan antara Kalteng dan Kalsel dan mendiskusikan pagi ini bersama dengan Pemerintah Kabupaten Barito Timur (Bartim) dalam agenda reses,” katanya kepada awak media, Selasa (26/7).
Baca juga :Â Teras Dorong Kolaborasi Dalam Menjaga Stabilitas Harga Bahan Pokok
Selain itu, menurut mantan Gubernur Kalteng ini juga pihaknya turut membahas terkait tantangan penghapusan tenaga honorer dan reformasi birokrasi yang berdampak pada pelayanan publik di daerah.
“Terkait persoalan perbatasan wilayah di Bartim dan Tabalong di Kalsel, bermula dari terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2018 tentang Batas Daerah Bartim dan Barsel di Kalteng yang diundangkan pada 25 Juli 2018. Menyusul kemudian Peraturan Mendagri nomor 40 tahun 2018 tentang batas daerah Tabalong, Kalsel dan Bartim, diundangkan pada 27 Juli 2018,” ungkapnya.
Dari 2 peraturan tersebut, menurutnya salah satunya, yaitu Nomor 39 Tahun 2018, telah dapat diselesaikan. Akan tetapi terdapat pada Nomor 40 Tahun 2018 mendapatkan penolakan, sebab tidak selaras dengan penerbitan ketentuan sebelumnya yakni UU Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Seruyan, Sukamara, Lamandau, Gunung Mas, Pulang Pisau, Murung Raya, dan Bartim di Kalteng.
“UU ini telah menyebutkan dengan jelas luas wilayah masing-masing, sementara Permendagri yang dimaksud menimbulkan pengurangan wilayah,” tuturnya.
Dirinya mengungkapkan, atas hadirnya permendagri ini, telah menyebabkan Bartim kehilangan 635,63 Km persegi wilayahnya, yang sebelumnya menurut UU seluas 3.834 Km persegi.
“Untuk itu kami meminta kepada Menteri Dalam Negeri dan juga perhatian dari Presiden Republik Indonesia, agar memberi atensi pada masalah yang dapat memicu masalah sosial ini. Permendagri ini perlu dicabut atau disesuaikan kembali sesuai dengan UU terkait, dan layanan kepada masyarakat Desa Dambung dapat dipulihkan kembali dalam kewenangan Pemerintah Bartim,” terangnya lagi.
Selain itu, pihaknya menerima masukan terkait adanya masalah pertanahan terkait transmigran di Bartim yang kemudian akan di konfirmasi ke Badan Pertanahan Nasional.
“Di mana ada dua wilayah transmigrasi yang memegang sertifikat hak milik atas lahan yang tidak diketahui posisi lahannya. Sehingga hal ini merugikan masyarakat dalam memperoleh kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan,” ucapnya.
Baca juga :Â Teras Narang Kunjungi Pusat Sarana Komunikasi Iklim di Desa Buntoi
Dalam hal ini, Teras juga menyampaikan terkait dengan penghapusan tenaga honorer yang jumlahnya mencapai 3.050 orang di Bartim, serta masalah reformasi birokrasi yang mengalami masalah di daerah, juga akan disampaikan kepada pihak Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Temuan masalah soal ketidaksiapan daerah atas penghapusan tenaga kontrak dan tidak adanya regulasi yang memperjelas pemegang jabatan fungsional dan struktural, menunjukkan memang masalah reformasi birokrasi tidak sedang baik-baik saja. Sehingga butuh atensi khusus agar tidak sampai mengganggu pelayanan publik dan menghambat kemajuan daerah,” tegasnya.
“Terima kasih pada jajaran pemerintah Bartim, semoga upaya pembangunan daerah dan niat memajukan kesejahteraan masyarakat, dapat dikerjakan bersama dalam semangat huma betang, semangat kebersamaan,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post