kaltengtoday.com, Sampit – Pemerintah pusat melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) baru saja mencabut 192 usaha konsesi kawasan hutan. Izin usaha ini menguasai 1.369.567 hektar namun dinilai menelantarkan lahan dan tidak mempunyai rencana kerja. Keputusan itu berlaku per 6 Januari 2022.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi GAPKI Kalteng Siswanto menilai pencabutan hak guna usaha (HGU) tidak bisa serta merta begitu saja. Karena untuk mendapatkan izin HGU banyak tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Sehingga dalam pencabutan harus melalui sejumlah proses tahapan tidak bisa secara kolektif. Katanya, Minggu (7/1/2022).
Kata Siswanto, mengingat pada saat mendapatkan izin dari awal sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hal itu membuat Kementrian LHK seharusnya tidak bisa mencabut izin perusahaan pemegang HGU.
“Maka investor termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dilindungi Undang Undang No 27 tahun 2006 tentang Investasi. Seharusnya berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja,”paparnya.
“Saya hanya menyayangkan, keputusan dari Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan. Jangan sampai malah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan dalam pasal 4 ayat (3) UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” jelasnya.
Adanya pencabutan konsesi kawasan itu dinilai hanya akan menimbulkan konflik baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Tentunya berkaitan dengan nasib ratusan ribu karyawan dan keluarga yang menggantungan hidupnya di perkebunan tersebut. Dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal.
Baca Juga : Legislator Program Reboisasi Hutan Penting Untuk Cegah Banjir di Wilayah Utara Kotim
Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang masih memiliki tanggungan di bank, maka akan terjadi kredit macet skala besar. “Dampak pencabutan itu akan sangat luas tidak hanya bagi masyarakat melainkan bagi sejumlah kalangan. Pasca terbitnya HGU maka KLHK tidak memiliki kewenangan lagi menarik kembali izin yang telah dikeluarkan, setidaknya ada proses seandainya memang terpaksa mencabut izin tersebut,”tambahnya lagi.
Siswanto menambahkan, saat ini di Kalimantan Tengah saja terdapat sekitar 355.740 tenaga kerja perkebunan kelapa sawit. Tentunya mencapai jutaan orang untuk pekerja perkebunan kelapa sawit se Indonesia. Lantas apa yang dilakukan saat ekonomi baru saja bangkit dari dampak covid 19 tiba tiba terjadi PHK massal.
Baca Juga : Pemkab Kotim Diminta Proaktif Cegah Perambahan Kawasan Hutan
“Seharusnya ini menjadi salah satu pertimbangan juga, nasib ratusan ribu tenaga kerja ini mau diapakan. Selama ini mereka bergantung hidup dari perkebunan kelapa sawit. Apabila perkebunan kelapa sawit tempat mereka bekerja ditutup lantas mau kemana lagi. Semua mengetahui bahwa saat ini ekonomi sedang sulit akibat dampak Covid-19,” tutupnya. [Red]
Discussion about this post