Kalteng Today – Palangka Raya, – Ada yang menarik dilakukan oleh mahasiswa asal Papua yang saat ini menuntut ilmu di Universitas Palangka Raya (UPR).
Mengetahui 4 kawan seperjuangan mereka lulus dan diwisuda (Sabtu 28/8/2021) lalu, mereka kemudian ramai-ramai menggelar ritual bakar batu.
Tradisi Bakar Batu dan tradisi tersebut merupakan salah satu budaya penting, berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahmi atau dalam rangka mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan, keberhasilan, kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku, serta untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.
“Mereka menjalani kuliah dengan membawa mimpi dan aspirasi yang besar. Hari ini mereka lulus dan mereka akan melanjutkan untuk membuat mimpi baru yang lebih baik dan hebat,” kata Ketua Koordinasi Wilayah Mahasiswa Papua Kalteng, Alte Gwijangge kepada Kalteng Today, Selasa (31/8).
Empat mahasiswa asal Papua yang dinyatakan lulus dari UPR yaitu yakni Kianus Mirib, Manuel Revan Rumbewas, Krisda M Arobaya dan Elisabeth Nauw.
Mahasiswa asal UPR menjelaskan, di masing-masing tempat atau suku, disebut dengan berbagai nama, misalnya Gapiia (Paniai), Kit Oba Isogoa (Wamena), atau Barapen (Jayawijaya) kereb kwule, (Nduga).
Dia menjelaskan, disebut dengan tradisi Bakar Batu karena benar-benar batu dibakar hingga panas membara, kemudian ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak.
“Awalnya batu ditumpuk di atas perapian dan dibakar sampai kayu bakar habis terbakar dan batu menjadi panas bahkan kadang sampai merah membara, bersamaan dengan itu warga yang lain menggali lubang yang cukup dalam,” tuturnya.
Kemudian, batu panas tadi dimasukkan ke dasar lubang yang sudah diberi alas daun pisang serta alang-alang di atas batu panas itu, lalu kemudian di tumpukkan daun pisang dan di atasnya diletakkan daging babi atau daging lainnya yang sudah diiris-iris di atas.
“Daging kemudian ditutup daun pisang, di atasnya diletakkan batu panas lagi serta ditutup daun di atas daun, ditaruh ubi jalar, singkong dan sayuran lainya dan ditutup daun lagi di atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang dan alang-alang,” terangnya.
Hingga saat ini tradisi bakar batu masih terus dilakukan dan berkembang juga untuk digunakan menyambut keberhasilan, tamu-tamu penting yang berkunjung, seperti bupati, gubernur, presiden dan tamu penting lainnya, ungkapnya.
Baca juga :Â Cara Mahasiwa UMM Implementasikan Keilmuannya di Desa Kanamit Barat
Ditambahkannya, sebagian masyarakat pedalaman Papua yang beragama Islam atau saat menyambut tamu muslim, daging babi bisa diganti dengan daging ayam atau sapi serta kambing hingga bisa pula dimasak secara terpisah dengan babi.
“Hal seperti ini contohnya dipraktikkan oleh masyarakat adat Walesi di Kabupaten Jayawijaya untuk menyambut Bulan Ramadhan,” tutupnya.[Red]
Discussion about this post