Kaltengtoday.com, Tamiang Layang – Ketidakstabilan cuaca, yang seringkali hujan, padahal sebelumnya panas, ternyata tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan saja. Tapi juga ada berkah di balik itu. Salah satu di antaranya adalah maraknya jamur yang tumbuh pada tanaman-tanaman di hutan. Khususnya yang mulai lapuk.
Jamur, atau yang lazim disebut “kulat” dalam Bahasa Dayak Maanyan dan Dayak Lawangan di Kabupaten Barito Timur, memang seakan menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat, terutama yang berkegiatan di kebun atau hutan. Maklum, jamur tidaklah tumbuh di semua musim. Bahkan dari jamur atau kulat karikit, yang menempel di batang pohon, kerap kali jadi income tambahan.
Baca Juga : Tawarkan Aneka Kreasi dan Harga, Kuliner Kekinian Makin Marak di Bartim
Beberapa anak bahkan ibu rumah tangga di Desa Rodok, Kecamatan Dusun Tengah, terlihat kerap menjajakan jamur atau kulat ini. Mereka kerap menjajakan dengan berjalan kaki, bersepeda kayuh atau sepeda motor. Hampir semua mengaku, mendapatkannya dengan mencari di hutan karet, begitu banyak hujan. Malah, beberapa di antara mereka menjajakan hingag ke desa tetangga, seperti Saing, Patung ataupun Kelurahan Ampah Kota.
“Di pasar, harga semangkuk kecil kulat karikit yang dijual orang, sampai mencapai Rp5 ribu – Rp7 ribu. Sementara jamur atau kulat bantilung, yang besar ukurannya, bisa seharga Rp10 ribu – Rp11 ribu,” kata Icha F, ibu rumah tangga muda, warga Kelurahan Ampah Kota, Kecamatan Dusun Tengah, tadi (Kamis, 10/9/2024) yang mengaku suka membeli jamur saat musim banyak hujan turun begini. Maklum, sebagai wiraswastawati yang beraktifitas di perkotaan, dirinya jarang bahkan tak pernah menginjakkan kaki ke kebun atau hutan.
Kedua jenis jamur yang disebut, yaitu karikit (berukuran kecil, yang biasa tumbuh di pohon) dan bantilung (berukuran besar, biasa tumbuh di gunungan pohon roboh atau tanah), memang menjadi favorit warga. Bantilung cocok dijadikan sop, atau osengan, lantaran tekstur dagingnya besar dan kenyal. Sementara karikit, akan menggoyang lidah saat digoreng dengan bumbu irisan bawang putih, garam dan sedikit vetsin.
Baca Juga : Pelatihan Kuliner Bagi Pelaku Usaha Rumah Makan dan Catering
“Jika berpatokan pada pola hidup sehat, bisa saja tak usah memakai vetsin. Ada tanaman liar di hutan, yang biasa digunakan nenek buyut kami jaman dulu, yang fungsinya sebagai penyedap. Jelas aman, tidak mengandung zat monosodium glutamate (MSG), yang bisa berefek bagi tubuh,” komentar Titi, warga Ampah lainnya, yang juga berprofesi sebagai tenaga medis. [Red]
Discussion about this post