Kaltengtoday.com, Jakarta, 10/10 (ANTARA) – Krisis pangan menjadi “awan mendung” yang merundung para pemimpin dunia pascapandemi Covid-19 karena instabilitas sosial politik bisa bermula dari “urusan perut” manusia yang tak terpenuhi.
Alarm krisis pangan di Indonesia berbunyi sejak awal tahun menyusul disrupsi rantai pasok global akibat konflik geopolitik beberapa negara di dunia. Krisis pangan kian menjadi momok karena datangnya El Nino yang memicu kekeringan berkepanjangan.
Sebagai salah satu negara yang dilintasi garis ekuator, Indonesia mengalami kekeringan panjang sejak pertengahan tahun akibat El Nino yang telah menurunkan produksi pangan di sejumlah wilayah.
Dampak El Nino telah mengakibatkan gagal panen di Sumatera bagian tengah hingga selatan, Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga memprediksi produksi beras di sisa tahun ini akan turun yang terlihat di empat daerah penghasil utama beras yaitu Sulawesi Selatan yang diperkirakan turun 21,7 persen, Jawa Tengah menurun 17,4 persen, Jawa Barat menurun 11 persen dan Lampung tergerus 4,4 persen.
Baca Juga : Budidaya Ikan Masyarakat Bisa Berperan Atasi Krisis Pangan
Di sisi lain, konsumsi beras Indonesia meningkat terlebih menjelang akhir tahun yang merupakan momen konsumsi tinggi. Pada Januari-September 2023 saja, angka proyeksi konsumsi beras nasional mencapai 22,89 juta ton dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 22,62 juta ton.
Pelaksana Tugas Menteri Pertanian (Mentan) yang juga Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi membenarkan dampak El-Nino menurunkan produksi beras Indonesia hingga 1,2 juta ton dari target produksi tahun ini sebesar 30 juta ton.
Pasokan pangan juga terancam karena negara-negara yang merupakan mitra perdagangan pangan Indonesia menghadapi masalah yang sama. Akibatnya, kebijakan restriksi ekspor pangan harus diterapkan negara-negara tersebut agar pasokan dalam negeri mereka terjaga.
Hingga awal Oktober 2023, terdapat 22 negara yang membatasi ekspor beras. Diketahui, dua negara yang selama ini menjadi eksportir beras ke Indonesia yaitu India dan Vietnam termasuk dari 22 negara tersebut. Hal itu membuat pemenuhan pasokan pangan di dalam negeri kian menantang. Indonesia harus mengamankan perjanjian kuota impor dengan beberapa negara lain meskipun realisasinya belum dibutuhkan saat ini.
Stabilisasi harga
El Nino yang menyebabkan cuaca panas ekstrem dan kekeringan mengganggu produksi panen nasional. Suplai air ke sejumlah sentra produksi pangan menurun karena tiadanya hujan. Cuaca panas juga menyebabkan kebakaran lahan yang menggagalkan produksi.
Baca Juga : Cegah Krisis Pangan dan BBM Harus Ada Kebijakan
Akibat gangguan produksi ini, harga beras melonjak. Mempertimbangkan bahwa akhir tahun adalah momentum konsumsi tinggi masyarakat, maka produksi pangan yang menurun ditambah meningkatnya permintaan masyarakat bisa memicu inflasi keluar dari sasaran.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (25/9), mengatakan, hingga akhir September 2023, tren harga beras masih naik dan belum ada tanda-tanda bergerak mendatar atau turun. Harga rata-ratanya mencapai Rp13.477 per kilogram (kg).
Jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras semakin banyak. Pada pekan pertama September 2023, jumlahnya sebanyak 230 daerah, kemudian pada pekan ketiga 2023, bertambah menjadi 284 daerah.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dampak kenaikan harga beras ke inflasi sebesar 0,05 persen. Sedangkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), hingga awal Oktober 2023, harga beras di Jabodetabek dan Jawa Barat sudah mulai turun, namun diakui untuk beberapa wilayah lain, stok pangan sumber karbohidrat itu masih tinggi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggandakan upaya untuk mencegah krisis pangan, utamanya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga. Jokowi memerintahkan agar Perum Bulog menambah pasokan beras operasi pasar Stabilitas dan Pasokan Harga Pangan (SPHP) menjadi 100 ribu ton per bulan dari sebelumnya 50 ribu ton per bulan.
Pemerintah juga akan melanjutkan bansos beras minimal 200 ribu ton per bulan. Dengan begitu, sedikitnya ada tambahan pasokan 300 ribu ton beras per bulan di pasar.
Stok beras di gudang Bulog juga akan segera digelontorkan dan tidak menumpuk untuk mengendalikan harga. Beras komersial, bukan cadangan beras pemerintah (CBP), akan digelontorkan ke penggilingan-penggilingan untuk mempercepat penyaluran beras pengendali harga sekaligus membantu penggilingan beras yang saat ini tidak bisa menyerap gabah karena harga terlalu tinggi.
Upaya tersebut diharapkan mengendalikan harga beras dalam 1-2 bulan ke depan sekaligus menjangkar inflasi sesuai sasaran di tiga persen plus minus satu persen.
Selain beras, pemerintah juga terus memantau pergerakan harga jagung agar laju inflasi masih sesuai jangkar pemerintah.
Penambahan 1,5 juta ton beras
Panen padi musim tanam kedua diperkirakan terjadi awal November 2023. Namun, pemerintah ingin mengamankan stok cadangan beras pemerintah untuk menghindari kemungkinan terburuk seperti tidak optimalnya produksi dari panen di November 2023 karena El Nino diperkirakan masih terjadi hingga awal tahun depan.
Pemerintah disebut berupaya untuk mengamankan impor tambahan kuota 1,5 juta ton beras dari Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Baca Juga : Ini Upaya Bupati Seruyan Antisipasi Krisis Pangan
Menurut Plt Mentan, sebanyak 600.000 ton dari tambahan 1,5 juta ton tersebut akan tiba di Indonesia paling lambat 31 Desember 2023. Saat ini cadangan beras pemerintah di Bulog hanya ada sebesar 1,7 juta ton.
Selain impor, pemerintah juga bertekad mengoptimalkan produksi panen di musim tanam kedua tahun ini. Maka perlu ada insentif kepada petani Tanah Air. Bentuk insentif itu bisa berupa ketersediaan infrastruktur penunjang produksi seperti bantuan pasokan air, dan juga ketersediaan benih dan pupuk.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimoeljono sebelumnya menjamin ketersediaan air mencukupi untuk menunjang produksi panen di November 2023.
Indonesia masih menyimpan persediaan air sekitar 2,9 miliar meter kubik untuk 81 persen irigasi. Sumber persediaan air tersebut disuplai dari 3.464 embung di sekitar daerah yang memiliki irigasi. Sumber lainnya dipasok dari 332 setu, 8.213 sumur untuk kebutuhan irigasi pertanian.
Selain beras, kata Plt Mentan, pemerintah juga akan menambah kuota impor untuk jagung pakan ternak dan gula guna mengendalikan harga di pasar yang terus merangkak naik.
Untuk jagung pakan misalnya, pemerintah akan menambah kuota impor hingga 250 ribu ton. Sementara untuk gula, pemerintah akan segera merealisasikan sisa 70 persen dari kuota impor tahun ini dengan melakukan penyesuaian kebijakan sebagai insentif agar harga gula di dalam negeri dapat lebih kompetitif dibandingkan harga global.
Dalam mengamankan stok dan menjaga stabilitas harga, impor memang berada dalam daftar pilihan meskipun di urutan terakhir.
Baca Juga : Arsjad Rasjid: Soal Ketahanan Pangan, Jangan Pernah Lupakan Petani
Pemenuhan pasokan pangan dan stabilisasi harga terus dilakukan pemerintah. Pemenuhan pasokan pangan dan stabilisasi harga memang sudah sepatutnya menjadi prioritas pemerintah di antara lembaran tantangan bangsa, karena pangan menjadi unsur pemenuhan hidup masyarakat yang begitu krusial.
Di masa-masa terakhir kepemimpinannya, fokus Presiden Jokowi untuk menjaga pasokan pangan dan stabilisasi harga perlu dikawal. Hal itu agar masalah pangan tidak bersalin menjadi “senjata” yang merusak stabilitas sosial, terlebih Pemilu 2024 kian dekat. (Red/Antara)
Discussion about this post