kaltengtoday.com, Jakarta – Peran penting sektor pertanian dengan para petani sebagai tulang punggung tidak bisa diabaikan, menyusul ancaman krisis pangan di seluruh dunia.
Melalui mandat ASEAN Business Advisory Council (BAC), Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mendorong negara-negara ASEAN menyikapi serius ancaman tersebut, dengan memberikan tempat istimewa dan strategis bagi peran petani.
Ketua Umum KADIN Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, salah satu isu krusial ASEAN ke depan, yakni persoalan ketahanan pangan.
Saat ini, harga-harga komoditas pangan di dunia naik signifikan, menyebabkan tekanan yang luar biasa terhadap kondisi ketahanan pangan dunia. Negara-negara terancam mengalami krisis pangan karena tidak mampu menjamin sumber pasokan pangan secara stabil.
Kondisi tersebut, lanjut dia, tidak boleh terjadi di kawasan ASEAN. Karena itu, pihaknya mengajak negara-negara ASEAN untuk menjadikan ASEAN BAC 2023 sebagai momentum untuk mempererat kolaborasi yang inklusif dalam memitigasi kondisi rawan pangan di dunia.
Baca Juga : DPRD Seruyan Dorong Peningkatan Ekonomi Masyarakat
“Kita tidak boleh melupakan petani. Para petani adalah bagian penting dari strategi ketahanan pangan di kawasan ASEAN. Mereka adalah pilar utama dalam memitigasi situasi rawan pangan. Strategi ketahanan pangan itu harus melibatkan mereka secara holistik,” katanya, Selasa, 18 Juli 2023.
Ajakan dan penegasan tersebut disampaikan dalam lawatannya ke Thailand, salah satu lumbung pangan ASEAN dalam rangka ASEAN BAC 2023.
Arsjad Rasjid, yang juga adalah Ketua ASEAN BAC 2023, bersama rombongan KADIN Indonesia bertemu dengan sejumlah kalangan di Thailand, baik dari kalangan pemerintah Thailand maupun pelaku usaha dan industri negeri tersebut.
Isu prioritas ASEAN-BAC 2023, seperti transformasi digital dalam finansial, pembangunan berkelanjutan terkait ekosistem energi bersih seperti EV, penguatan infrastruktur kesehatan, penguatan investasi dan perdagangan intra-ASEAN dan terutama terkait ketahanan pangan menjadi topik pembahasan pada kunjungan tersebut.
Arsjad menegaskan, Inclusive Closed Loop atau pendampingan melekat di sektor pertanian yang dicanangkan oleh KADIN Indonesia bakal diperluas cakupannya ke wilayah ASEAN.
Petani sebagai pilar utama ketahanan pangan harus dibantu dengan inisiatif pendampingan kolaboratif, yang mengajak semua pihak untuk perduli terhadap kebutuhan dan kepentingan para petani.
Baca Juga : Eksekutif di Kalteng Perlu Terobosan Dalam Tingkatkan Sektor Ekonomi Masyarakat
Dengan inisiatif tersebut, perusahaan-perusahaan skala besar maupun menengah dapat membantu para petani melalui berbagai pendampingan untuk meningkatkan produktivitas, menjadi pembeli siaga terhadap hasil pertanian, memperluas akses terhadap pasar, dan mendapatkan pendanaan untuk modal kerja.
“Perusahaan-perusahaan Indonesia dan Thailand, juga dari negara ASEAN lainnya dapat bekerja sama agar para petani mendapatkan pendampingan yang memadai dan membantu para petani meningkatkan produktivitas sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan pangan di ASEAN,” ucapnya.
Arsjad menambahkan, untuk konteks Indonesia, model pendampingan melekat sudah diterapkan KADIN Indonesia di berbagai daerah, di antaranya di Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh, maupun di Pulau Bali.
Dengan pendampingan yang intensif dari kolaborasi multipihak, baik pemerintah daerah, akademisi, perusahaan swasta, maupun KADIN daerah, para petani menikmati berbagai manfaat. Dimulai dari peningkatan produksi, penjualan, hingga pemasaran.
Baca Juga : Usaha Kreatif Masyarakat Bartim, Upaya Perlawanan Terhadap Sulitnya Ekonomi Saat Ini
Selain menopang ketahanan pangan nasional, menstabilkan harga dan inflasi, para petani untuk menjadi sejahtera. Program Inclusive Closed Loop tersebut akan terus diperluas ke seluruh daerah, antara lain di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Tengah. Melalui program tersebut, Kadin Indonesia mendorong kolaborasi inklusif untuk mendukung kesejahteraan petani di seluruh Indonesia
“Saya baru saja berkeliling Indonesia untuk memantau peran KADIN dalam memberikan nilai tambah bagi daerah. Di Aceh, melalui program Konsorsium Bawang Merah, petani lokal dan ekonomi daerah mendapatkan nilai tambah yang luar biasa. Di Bali, dengan program Kelompok Tani Pola Organik, mereka telah menghadirkan model pertanian yang berkelanjutan. Ini semua karena kolaborasi, mewujudkan ekonom Pancasila, yang kita kenal sebagai gotong royong,” pungkasnya.[Red]
Discussion about this post