kaltengtoday.com, – Palangka Raya – Surat Dirjen Dikti perihal Penyampaian Hasil Keputusan Rapat Senat Tentang Tata Cara Pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) periode 2022-2026 beberapa saat lalu yakni menanggapi salah satunya berkaitan dengan keputusan Rektor UPR Nomor: 8459/UN24/KP/2021 tanggal 15 November 2021 tentang Perubahan Kesembilan Atas Keputusan Rektor UPR Nomor 472/UN24/KP/2018 tentang Pengangkatan Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat UPR Periode Tahun 2018-2022.
Hal ini mendapat sorotan dari salah satu Alumni kampus terbesar di Kalteng tersebut yakni Damai Alam Usop yang menyampaikan dalam susunan keanggotaan senat terdapat posisi Rektor UPR yang duduk dalam kapasitas sebagai Ketua Senat dan terdapat keanggotaan dari organ yang tidak sesuai dalam komposisi senat yaitu Ketua Satuan Pengawasan Internal (SPI) merupakan hal yang penting untuk mendapat perhatian.
Baca juga :Â Mahasiswa Aktif Kawal Pemilihan Rektor UPR
Dirinya menilai hal ini mengakibatkan proses pemilihan Rektor untuk sementara waktu ditunda dan disinyalir mengakibatkan juga Dirjen Dikti menginstruksikan agar segera melakukan penyesuaian komposisi keanggotaan senat khususnya pada kedudukan rektor sebagai ketua senat dan kedudukan Ketua SPI atau apabila terdapat anggota senat yang tidak sesuai kedudukan keanggotannya sesuai dengan Statuta UPR.
Terutama dalam pengelolaan satuan pendidikan didasarkan pada prinsip akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen satuan pendidikan untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana itu adalah salah satu syarat Tata Kelola Universitas yang Baik atau Good University Governance.
“Kita sebagai civitas akademik dan masyarakat umum yang berdampak pada citra baik kampus, ingin memastikan bahwa penyusunan, penetapan, dan eksekusi atau pelaksanaan dari keputusan kampus berjalan dengan baik, oleh karena itu saya mendorong agar Dirjen Dikti semakin mendayagunakan sistem Penguatan Tata Kelola Universitas yang Baik. Salah satunya melalui pencegahan, alih-alih penindakan,” katanya kepada awak media, Kami (23/6).
Dirinya mengungkapkan kebijakan atau keputusan tersebut harus bersifat universal dan nilai tidak memihak, maupun tidak mengandung Suku Agama Ras, Antar golongan (SARA), serta bernilai meningkatkan mutu.
“Apabila suatu Kebijakan atau keputusan menimbulkan kontra persepsi atau menimbulkan persepsi yang bermacam-macam, juga menimbulkan kontra produksi atau menimbulkan produk dari Kebijakan yang berbeda-beda, maka perlu ditinjau kembali keputusan tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Damai yang sebelumnya juga berkuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau FISIP UPR ini menerangkan walaupun surat Dirjen Dikti adalah cambuk, namun langkah tersebut sudah tepat, dan pengambilan kebijakan dalam suatu lembaga.
Baca juga :Â Mahasiswa Aktif Kawal Pemilihan Rektor UPR
“Prinsipnya, dalam membuat regulasi harus menjadi keputusan bersama dan keputusan kelembagaan di pertimbangkan secara matang dengan melibatkan semua komponen, unsur yang nantinya akan menjadi sasaran diberlakukannya regulasi tersebut, agar kedepannya tidak ada yang namanya cacat hukum dan lain-lain,” ungkapnya.
“Sewajarnya lembaga publik kita soroti Bersama, ini juga bentuk kepedulian kita sebagai bagian dari lembaga itu, apalagi lembaga pendidikan,” tambahnya.
Pihaknya juga mendorong Dirjen Dikti tegas terkait tindak lanjut persoalan tersebut, baik secara administrasi serta tertib aturan dalam pelaksanaan tata kelola universitas yang baik.
“Selain itu harus selalu menjadi prioritas kita semua, agar masalah seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari,” tutupnya.[Red]
Discussion about this post