Kalteng Today.com, Tamiang Layang – Di tengah kemudahan mendapatkan ataupun mengolah informasi lewat internet, ternyata justru berbanding terbalik dengan kreatifitas para pelajar. Ketika ponsel pintar (smartphone)menjadi sesuatu yang jamak, dan mendapatkan informasi bisa diakses bahkan dari kamar kecil sekalipun, malah banyak pelajar era kini yang jarang memanfaatkannya untuk menambah wawasan.
“Buktinya kalau saya tanya soal-soal pelajaran, ada saja yang bingung mencari jawabannya. Padahal sudah saya persilakan mencari jawabannya dari Google. Apalagi kalau ditanya pengetahuan umum, yang bisa menawab bisa dihitung dengan jari,” tutur Khairil, seorang pengajar honorer di SMAN 1 Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur.
Keprihatinan ini disampaikan Khairil yang juga mengajar komputer, Menurutnya, kebanyakan siswa dari SD sampai SMA, lebih menggunakan internet di ponsel mereka untuk bermedia sosial, maupun unjuk eksistensi. Misalnya lewat aplikasi Tik-tok. Meski aplikasinya tidak bisa disalahkan, namun kenyataannya para pelajar lebih menggandrungi hal-hal demikian, daripada menambah pengetahuan.
Baca Juga : Disbudparpora Bartim Dorong Pelajar Melanjutkan Studi di PT Kedinasan
“Kalau mau jujur, lebih maju generasi di era terdahulu. Di mana internet masih jarang sekali di sini. Warnet belum ada. Yang ada hanya di Telkom. Para pelajar justru rajin beraktivitas. Baik dalam mengakses pelajaran, atau kreatifitas lainnya. Salah satu yang saya saluti, adalah ekskul Wall Magazine Students (WMS) yang dikelola oleh guru yang sekarang pindah tugas di SMK Kecamatan Paku sana; Pak Budi Santosa. Setahu saya dan teman-teman, itu satu-satunya majalah dinding di Bartim, yang dikelola serius oleh para pelajar,” paparnya.
Menurut Khairil, para siswa yang bergabung dengan WMS, diberi pelatihan dasar jurnalistik, termasuk etika wawancara. Dalam bertugas,mereka dibekali ID Card sampai rompi seragam. “Terlihat keprofesionalannya lho. Meski hanya di tingkat lokal kecamatan saja. Harusnya, dengan media online yang sekarang marak dan mudah mengaksesnya, media seperti WMS banyak dibuat di sekolah-sekolah, untuk menyajikan informasi seputar sekolah mereka,” imbuhnya lagi saat ditemui tadi siang (Rabu, 20/12).
Baca Juga : Olahraga MMA di Bartim Bermodal Semangat Bertahan Kuat
Sementara, Budi Santosa, yang ditemui secara terpisah mengatakan, kalau kehadiran WMS pada saat itu mungkin tepat. “Karena belum ada media online, sehingga saat liputan para reporter dimuat, pembacanya berjubel berkerumun membaca. Sekarang ya eranya beda ya. Kita mungkin bisa membuat media online yang senafas dengan WMS. Tapi saya menimbang beberapa persoalan, baik yang menyangkut teknis maupun finansial, karena media sekolahan, tentu menyangkut kelembagaan sekolah. Bukan Budi pribadi,” tutur lelaki yang dikenal banyak membina siswa berprestasi itu, saat dibincangi di rumahnya, beberapa waktu yang lalu. [Red]
Discussion about this post