Kaltengtoday.com, Nanga Bulik – Provinsi Kalimantan Tengah telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2024 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak.
Dan, Kabupaten Lamandau juga telah menerbitkan Perda Nomor 3 tahun 2023 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak.
Namun, hingga saat ini belum satu pun pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) di Kabupaaten Lamandau diterbitkan. Padahal, Pasal 18B ayat (2) yang menjadi landasan utama pengakuan MHA, disusun pada tahun 2.000 sebelum Kabupaten Lamandau lahir!.
Bupati Lamandau periode 2025-2030, Rizky Aditya Putra berkeinginan agar proses pengakuan dan perlindungan MHA dipercepat.
Baca Juga : DLH Kalteng Laksanakan Bimtek Keanekaragaman Hayati bagi Masyarakat Hukum Adat
Hal itu ia sampaikan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wakil Bupati, Abdul Hamid, dalam acara diskusi terfokus atau FGD bertema Percepatan Pengakuan MHA di Lamandau, yang diselenggarakan di Aula BPKAD di Nanga Bulik, Senin (21/4/2025).
“Perlu menjadi perhatian serius bagi kita semua karena sampai hari ini belum ada komunitas Masyarakat Hukum Adat yang ditetapkan. Hal ini menjadi refleksi kita bersama juga sebagai bahan evaluasi kita, jangan sampai publik mengira bahwa kita tidak menaruh perhatian serius terhadap isu MHA di Kabupaten Lamandau,” katanya.
Bupati menyatakan, masyarakat adat tersebar luas hampir di seluruh Lamandau. Utamanya, di wilayah-wilayah hulu.
Mereka (MHA) memiliki pengetahuan yang baik dalam mengelola dan menjaga kelestarian sumber daya alam, juga menjaga tradisi selama ratusan generasi. Hal ini misalnya bisa dilihat di daerah aliran sungai Delang, Batangkawa, dan Belantikan.
“Saya mengajak kita bersama-sama yang hadir di sini untuk dapat lebih serius dalam upaya percepatan pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Lamandau,” tuturnya.
Pihaknya berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang inklusif dan berpihak pada masyarakat adat, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial,” jelasnya.
Baca Juga : Willy Tanggapi Tentang Masyarakat Hukum Adat dan Ruang Hidup Kian Sempit
Dalam FGD ini, bupati mengundang para kepala desa, mantir adat, demang, dan perwakilan masyarakat adat se-Kabupaten Lamandau.
Selain itu, turut mengundang pihak Kementerian Dalam Negeri, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dan organisasi masyarakat sipil seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Save Our Borneo (SOB) dan berbagai lembaga yang selama ini dikenal mendampingi komunitas masyarakat adat di Lamandau.
Safrudin Mahendra, Direktur Yayasan Insan Hutan Indonesia (YIHUI), lembaga yang ikut memfasilitasi terselenggaranya FGD ini mengatakan, kegiatan ini juga dilatarbelakangi oleh usulan pengakuan dari Masyarakat Adat Laman Kinipan dan Kubung yang sudah lama diajukan, belum juga direspon positif oleh Pemkab Lamandau.
Discussion about this post