Kalteng Today – Palangka Raya, – Sebagai suku tertua di Kalimantan Tengah, Suku Dayak tentu punya banyak kebudayaan hingga ritual khusus yang hingga kini tetap dilestarikan dan masih dilaksanakan. Salah satunya adalah upacara Tiwah, atau Tiwah Lale atau juga disebut Magah Salumpuk Liau Uluh Matei. Upacara kematian yang dilakukan oleh penganut Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah.
Bukan hanya sekadar ritual kepercayaan adat biasa, upacara Tiwah bahkan sudah diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada 2014 silam.
Tujuan Upacara Tiwah
Ritual Tiwah bertujuan untuk menghormati orang yang sudah mati, atau dengan kata lain mengirim arwah atau ruh ke hidup tentram di tempat tujuan. Menurut kepercayaan penganut Kaharingan, arwah yang juga disebut Lio/Liau/Liaw harus diantar ke dunia arwah, karena sebelum diantar maka arwah orang meninggal masih ada di dunia.
Selain itu, upacara ini juga bertujuan melepas kesialan keluarga yang ditinggalkan. Bagi masyarakat Dayak Ngaju yang menganut kepercayaan Kaharingan, ritual Tiwah merupakan sebuah upacara yang wajib dilakukan secara moral dan sosial. Keluarga yang ditinggalkan harus menuntaskan ritual ini agar tidak ada gangguan dari orang yang sudah meninggal. Penganut Kaharingan mempercayai, jika belum dilakukan ritual Tiwah maka arwah akan tetap berada di dekat dengan manusia yang masih hidup. Arwah ini dianggap membawa gangguan seperti datang penyakit, gagal panen, dan bahaya lain.
Tujuan lainnya adalah melepas gelar janda atau duda bagi keluarga yang ditinggalkan. Jika belum melakukan ritual Tiwah, istri atau suami yang ditinggalkan tidak diperbolehkan menikah lagi.
Biaya Upacara Tiwah
Tidak main-main, upacara Tiwah disebut acara besar karena melibatkan orang yang sangat banyak dengan biaya yang juga besar. Dalam sebuah upacara, bisa menghabiskan dana Rp 50 sampai Rp 100 juta. Semakin besar dan meriah acara Tiwah, semakin tinggi juga status sosial keluarga penyelenggara.
Kalau tidak mampu melakukan upacara sekeluarga, maka para warga akan gotong royong dalam pendanaan yang melibatkan beberapa keluarga atau bahkan satu desa sekaligus.
Menurut catatan antropolog Anne Schiller, pada tahun 1996 terdapat 89 keranga jenazah di wilayah Petah Putih, di tepi Sungai Katingan.
Sementara menurut peneliti Balai Arkeologi Kalimantan Banjarmasin Vida Pervaya Rusianti Kusmantoro mencatat ada 35 keluarga di desa Pandahara yang melakukan upacara Tiwah di tahun 2002.
Sedangkan pada tahun 2016, ada sekitar 77 kerangka jenazah dari 46 keluarga yang merayakan Tiwah. Gak kebayang ya rame dan meriahnya seperti apa?
Tata cara upacara Tiwah
Selain melibatkan orang banyak dengan biaya yang juga fantastis, upacara ini pun diselenggarakan tidak hanya satu dua hari. Biasanya berdurasi tujuh hingga empat puluh hari, karena banyaknya tahapan yang harus dilakukan secara sempurna.
Baca Juga:Â 10 Destinasi Wisata Terbaik Indonesia yang Mendunia, Ada di Kalimantan Tengah Lho
Pertama, keluarga akan menggali kuburan kerabat yang sudah meninggal, dan mengumpulkan tulang belulangnya. Tulang-tulang itu akan dibersihkan dan ditempatkan di peti jenazah dan diberi pakaian terbaik, sebelum ditempatkan di tempat upacara.
Selanjutnya, keluarga harus mendirikan balai nyahu, atau tempat untuk menyimpan tulang belulang yang sudah dibersihkan. Selain itu ada juga anjung-anjung atau bendera kain yang didirikan sejumlah jenazah yang akan ditiwahkan.
Tahapan berikutnya adalah pemasukan tulang belulang ke Balai Nyahu yang memiliki tiga acara, Tabuh I, Tabuh II, dan Tabuh III. Pada tahap ini ruh mulai diantarkan ke Lewu tatau atau alam arwah, tabuh dilakukan secara tiga hari berturut-turut. Ritual ini dilanjutkan dengan melakukan tarian Manganjan sambil mengelilingi anjug-anjung dan Sapundu atau patung berbentuk manusia. Keluarga dan warga akan bersuka ria karena ruh keluarga akan naik ke surga.
Sapundu atau patung berbentuk manusia dibangun untuk tempat hewan yang akan disembelih. Hewan-hewan seperti kerbau, ayam, sapi, atau babi diikat di Sapundu kemudian hewan tersebut akan ditombak hingga mati oleh para keluarga. Menurut kepercayaan mereka, cucuran darah hewan tersebut akan menyucikan arwah. Kepala-kepala hewan akan disembelih untuk makanan para roh, sementara dagingnya akan dimasak dan dibagi-bagi untuk seluruh warga.
Begitu lah tahapan ritual Tiwah yang hingga kini masih dilestarikan oleh warga. Upacara Tiwah ini gak cuma menarik bagi masyarakat Kalimantan Tengah, wisatawan domestik dan internasional banyak yang datang dan sengaja melihat ritual ini.
Eits, tapi jangan sembarangan Guys, ada banyak pantangan yang harus diketahui supaya gak dibawa ke lokasi upacara. Jika pantangan ini dilanggar, akan dapat sanksi adat Tiwah.
Mungkin bisa dibaca berikut ini pantangan-pantangan upacara ritual Tiwah.
So, kalau mau nonton acara ini harap diperhatikan yaa apa-apa saja yang gak boleh dilakukan.
Discussion about this post