Kaltengtoday.com, Tamiang Layang – Di era globalisasi informasi, tren bukan lagi dimonopoli kecepatannya oleh orang kota besar. Jika dulu di bawah tahun 2010-an, pergeseran tren terasa masih ‘sentralistik’ dan bergeser dengan lamban ke daerah, di era kini hal itu tidak berlaku lagi.
Salah satu tren di bidang bisnis, adalah menjamurnya coffee shop dan kafe. Dua hal yang hampir serupa. Coffees Shop alias kedai kopi yang sekarang bisa didirikan dengan biaya relatif bersahabat (tentu dengan mengedepankan konsep minimalis di berbagai aspek), juga sudah mulai bertebaran di Kabupaten Barito Timur. Sesuatu yang langka, bahkan tak pernah dijumpai di era awal 2000-an.
Begitupula kafe, yang sayangnya masih ‘terjebak’ dalam definisi restoran. Yang membedakan hanya live music performance, dengan konsep akustik atau bahkan ada yang karaoke menggunakan perangkat PC. Tentunya, ini adalah sebuah tren, gaya hidup yang menarik dicermati.
Baca Juga :Â Waduh, King Kobra Sepanjang 1,5 Meter Masuk Dapur Cafe
Pertanyaannya tentu; apakah pasar atau market dari kafe serta kedai kopi ini cukup menjanjikan? Karena bagaimanapun antara Ampah dan Tamiang Layang dengan Palangka Raya tentu berbeda. Namun ternyata mencermati fenomena belakangan ini, lumayan menarik juga.
Jali, pemilik Kafe & Resto :ZL” di Jl Patianom Tamiang Layang, misalnya. Ia mengaku jika di hari Sabtu , di mana kafenya juga menggelar live music/,musik akustik secara langsung, mampu meraupkeuntungan lumayan. “Ya, cukuplah bayar karyawan, biaya produksi belanja menu makanan, lisrik, menyuguhi pemainnya makan dan lain-lain,” tuturnya tadi (Jumat, 20/ 5) seraya tertawa lepas, tanpa mau menyebut angka pasti.
Senada dengan Jali, Toto, pemilik salah satu kafe cukup ramai di Ampah, Kecamatan Dusun Tengah, juga mengaku justru dari bisnis inilah Break Evnt Point (BEP) dari kalkulasi matematika bisnisnya, lumayan cepat kembali.
“Kelihatannya sepele ya? Cuma jual minuman seperti juice, kopi, makanan ringan, tapi bis abayar anak-anak yang kerja, listrik dan nyicil hutang bank,” katanya, juga sambil tertkekeh saat ditanya.
Sumber lain yang tak mau disebut namanya menyebutkan, jika dalam satu malam saja, saat ramai, kafe ataupun cofee shop di Ampah bis ameraup pendapatan kotor Rp 1 – 1,5 juta lebih.
“Dengan Estimasi biarpun keuntungan dari harga minuman atau makanan tipis, tapi rotasinya cepat. Apalagi pelaku bisnis kafe ataupun kedai kopi punya banyak kawan, Itu modal utama ramai dikunjungi orang,” ujarnya.
Baca Juga :Â Sering Terjadi Keributan, Tim PPRC Polda Kalteng Bubarkan Pengunjung Cafe di Lingkar Luar
Dan menengok ke salah satu kedai kopi kekinian, yang terbilang paling prestise di Ampah, analisa kalkulasi tadi sangat masuk di akal. Menu kopi Arabica Robusta atau apa, mungkin bukan lagi jadi persoalan utama. Karena tak semua lidah mampu menjadi perasa kopi sejati.
Namun gaya hidup adalah pemicunya. Kongkow di coffee shop, sekadar ngobrol atau berbicara bisnis, menjadi prestise yang tak menghiraukan uang lagi. Persis kata orang bule; “Life style, is expensive! (Gaya hidup, itu mahal)”. [Red]
Discussion about this post