kaltengtoday.com, Palangka Raya – Kasus penggelapan tanah dinilai sendat di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng), sejumlah korban mengajukan protes terkait lambatnya penyelesaian perkara. Hingga saat ini proses hukum terkait hal itu masih mengambang.
Pelapor terus mempertanyakan mengenai proses hukum terhadap dugaan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah oleh pengusaha perkebunan sawit berinisial HK di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (HK).
Alpin Laurence dan kawan-kawan melalui Kuasa Hukumnya, yakni Marudut Simanjuntak berharap, kasus penggelapan tanah ini agar segera bisa dibawa ke meja hijau.
Baca Juga : Kejati Kalteng Ringkus Terduga Pelaku Korupsi Pembangunan Jalan
Pada kenyataannya, hingga saat ini kasus yang melibatkan HK itu juga tak kunjung P21 atau berkas dinyatakan lengkap. Padahal yang bersangkutan hingga saat ini sudah menjalani penahanan Rutan Mapolda Kalteng.
“Kami mendapat kabar dari penyidik, bahwa berkas yang diserahkan selalu berstatus P19. Padahal dari hasil penyidikan pelaku juga sudah mengakui dan para saksi juga sudah mengungkapkan termasuk alat bukti lainnya,” kata Marudut saat dikonfirmasi, Jum’at (27/5/2022).
Kejati Kalteng dinilai lambat dalam menangani kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik pengusaha asal Kota Medan dan Bandung.
Oleh sebab itu, kuasa hukum pelapor mengambil langkah berupa mengirimkan surat kepada Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Umum, JAM Pengawasan, hingga ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Namun hingga saat ini belum mendapat tanggapan.
“Dalam kasus ini, klien kami sangat dirugikan. Berkas selalu P19 atau dianggap selalu kurang. Bagaimana ada keadilan, kalau penggelapan sertifikat tanah saja lamban dalam penanganannya. Yang harusnya menuju meja hijau malah seperti dihambat,” jelasnya.
Menurutnya, surat sudah dikirimkan ke Kejagung pada 18 Mei 2022 lalu, terkait permohonan perlindungan hukum dan lambannya penanganan kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah yang sedang diproses oleh pihak Kejati Kalteng
Baca Juga : Bupati Kapuas Dampingi Kejati Kalteng Resmikan Kantor Kejari dan Kacabjari
Dijelaskannya, kasus ini sendiri terjadi pada tahun 2007 ketika ada pembelian tanah oleh kliennya dari Kelompok Tani Karuhei dan Kelompok Tani Hasundau Tinai dengan harga Rp 902 juta.
Setelah itu, kliennya kembali membeli lahan dari warga di Jalan Raya Pelantaran-Parenggean kilometer 8 hingga kilometer 11, seluas 28 hektare dan satu unit ruko seluas 48 meter persegi, di Jalan Sudirman, Kota Sampit kilometer 4,5, dengan harga Rp 141 juta di Desa Keruing, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur. Agar memiliki kekuatan hukum, pembayaran antara pembeli dan penjual berlangsung disaksikan notaris.
“Lahan inilah yang dipercayakan pengusaha dari Medan dan Bandung itu kepada HK untuk mengelola atau mengurusnya. Pengelolaan lahan yang dilakukan terlapor ini berlangsung sejak tahun 2014 hingga 2021,” ujarnya.
Ketika para pengusaha selaku pemilik tanah tersebut menanyakan terkait berkas dan lahan yang di urus, HK berkilah selalu dalam proses. Akibatnya mulai muncul kecurigaan dari para pemilik tanah tersebut.
Karena curiga, kliennya melakukan pengecekan ke notaris, semua sertifikat dan berkas sudah diserahkan kepada HK. Namun, setelah dikonfirmasi langsung kepada yang bersangkutan, HK selalu berusaha mengelak.
“Upaya kekeluargaan sudah ditempuh namun HK dianggap tidak memiliki itikad baik. Akhirnya, Alpin beserta tiga pengusaha lain membawa kasus ini ke ranah hukum,” ucapnya.
Perlu diketahui, setelah dilaporkan ke pihak kepolisian dan dilakukan penyelidikan oleh Ditreskrimum Polda Kalteng, HK kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Baca Juga : Gelapkan Dana APBDes Rp 1,1 Miliar, Mantan Kades Diringkus Kejati Kalteng
Di sisi lain, Kasi Penkum Kejati Kalteng, Dodik Mahendra S mengungkapkan, penuntut umum lah yang menentukan suatu perkara sudah lengkap untuk memenuhi syarat formil dan materil serta layak diajukan ke pengadilan.
“Dalam perkara ini penuntut umum menilai alat bukti yang diajukan penyidik dalam berkas perkara dalam proses penyidikan belum cukup atau belum kuat, sehingga berkas perkara dikembalikan ke penyidik dengan petunjuk untuk di lengkapi (Pasal 110 KUHAP),” paparnya.
Sementara itu, Dirkrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F. Napitupulu menjelaskan, pihaknya saat ini masih melakukan koordinasi dengan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kami masih melengkapi P.19 dari JPU,” pungkasnya. [Red]
Discussion about this post