Ini adalah sebuah cerita nyata yang baru dialami seorang teman wartawan saat harus berkendara pada malam hari dipedalaman tepatnya di Jalan Trans Kalimantan.
Wartawan sebuah terbitan Jakarta itu mengaku mendapatkan pengalaman yang menurutnya horor dan tak pernah terlupakan seumur hidupnya.
Ceritanya, saat perayaan Hari Raya Idhul Adha lalu, ia bersama suami dan seorang anaknya mudik ke Banjarmasin, Kalsel untuk melakukan ziarah kubur orang tuanya.
Karena saat itu adalah hari raya, maka dirumah sang kakak, sejumlah makanan lezat terhidang, mulai ketupat, opor ayam, kering tempe dan tak ketinggalan jajan pasar yang terbuat dari ketan seperti lemang hingga lupis.
Untuk diketahui lemang adalah makanan tradisional yang terbuat dari ketan dan untuk memasaknya dimasukan kedalam bambu. Sedangkan Lupis adalah kue khas yang terbuat dari ketan rasanya manis dan bewarna hijau karena dicampur dengan hijau pandan sehingga baunya harum. Untuk menikmati lupis cukup ditaburi kelapa parut dan dibaluri dengan cairan kental gula merah.
“Kerena rasanya yang lezat itulah suami saya ingin membawa pulang ke Palangka kue Palangka Raya,”ujarnya.
Namun ia mengaku menolak untuk membawa kue lupis itu mengingat perjalanan pulang ke Palangka Raya akan ditempuh pada malam hari mengingat padatnya acara saat itu. Sebab menurut dia, berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, bila melakukan perjalanan dipedalaman Kalimantan pada malam hari, jangan pernah membawa jajan pasar seperti Lemang, lupis, apem hingga telur dan sejenisnya.
Makanan jenis ini menurut kisah adalah merupakan makanan sesaji dan juga makan yang sangat digemari oleh penghuni “alam sana”.
“Saya ingat Almarhum ibu pernah bilang jangan pernah bawa jajanan itu kalau berkendara dipedalaman jalan Kalimantan”.
Selain sang ibu, adik iparnya juga sudah mengingatkan agar tak usah bawa kue lupis karena pulangnya malam hari. Kalaupun mau dibawa agar dilemparkan sedikit kejalanan sambil mengucapkan, “Datuk kami berbagai kue, kami iangan diganggu,” ujarnya menirukan.
“Tapi suami saya tetap ngotot untuk membawanya dengan alasan tahayul dan belum ada buktinya. Walupun sedikit jengkel kue lupis itu akhirnya kita bawa juga,”katanya.
Nah disinilah kisah horor itu dimulai. Ceritanya saat itu ketika magrib ia dan keluarganya sudah memasuki sekitar Jembatan Pulang Pisau, jembatan sepanjang hampir 500 meter diatas Sungai Kahayan.
Tak membutuhkan lama, wanita diberi kelebihan Indra keenam untuk bisa melihat dunia lain mengaku saat menyetir dan masuki. Jembatan, ia merasa seperti ada orang yang menepuk lengannya sebanyak dua kali. Iapun menoleh ke sang suami tapi ternyata suaminya sedang mendengkur di bangku belakang.
“Sayapun berhenti dan memutuskan untuk ‘membagi’ kue dan bergantian menyopir dengan suaminya. Namun justru saat tak menyopir inilah semakin banyak ‘penduduk alam lain’ yang datang menyapa dan seolah-olah ingin meminta jatah kue itu.
“Tak henti-hentinya.saya berdoa dalam hati kepada Tuhan agar perjalanan kami dilancarkan,”.
Kejadian ini terus menerus hingga memasuki jalan layang di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau
Ia juga merasakan setelah sang suami gantian menyopir ternyata suaminya semakin ngebut dan saat ditegur suaminya mengatakan tidak ngebut.
“Karena takut terjadi apa-apa, hampir satu jam perjalanan, kendali stir saya ambil alih,”ujarnya.
Kejadian horor yang silih berganti itu kata dia berlangsung hampir dua jam selama perjalanan dari Kabupaten Pulang Pisau ke Palangka Raya. Dan saat masuk kota Palangka Raya barulah kondisi kembali normal.
“Dengan kejadian ini saya kapok dan tak mau lagi membawa jajanan seperti itu saat berkendara pada malam hari di jalan Trans Kalimantan,”pungkasnya.
Dhan-KT
Discussion about this post