kaltengtoday.com, Tamiang Layang – Dalam beberapa dekade belakangan ini, Dayak Lawangan menjadi sub etnis yang mengalami tergradasi bahasa serta tradisinya. Generasi muda keturunan Lawangan, khususnya kaum milenial, dinilai sudah sangat sedikit yang menguasai bahasa kaum mereka.
“Ini bisa diamati, kalau orang Lawangan menikah dengan orang sub etnis lain,seperti Maanyan,maka anak-anaknya akan lebih terbiasa berbahasa Maanyan. Lalu jika menikah dengan orang suku lain, seperti Banjar, Jawa, Bugis dan lainnya, mereka akan menggunakan bahasa Banjar atau bahasa Indonesia. Sebenarnya bisa kita pahami, karena secara lingusitik, kosa kata dalam bahasa Lawangan berkesan kaku. Tidak sefleksibel orang Maanyan, Ngaju atau sub suku Dayak lainnya, yang luwes bisa menerima kosa kata dari bahasa Indonesia,” ucap Herry, mahasiswa Jakarta keturunan Lawangan, yang kini sedang membuat penelitian mengenai Bahasa-bahasa Dayak di DAS Barito.
Menurut pemuda berkacamata tersebut, tadi siang (Minggu, 19/12), faktor pernikahan campur serta perpindahan keyakinan dari sebelumnya, ikut mempengaruhi tatanan budaya, beserta bahasa seseorang atau satu komunitas. Di Jakarta sendiri, katanya, banyak anak-anak muda keturunan orang Lawangan, plus pecahannya seperti Taboyan, Benuaq dan lain-lain yang asing dengan bahasa orang tua mereka.
Baca Juga : Dewan Ajak Generasi Muda Manfaatkan Medsos Untuk Publikasi Pariwisata Lokal
“Mustinya diadakan simposium bahasa, yang mengikutsertakan para tetua Lawangan. Mencari solusi agar bahasa & budaya Lawangan tetap lestari. Komunikasi ke generasi muda, agaknya menjadi persoalan’bahasa’ yang penting. Karena generasi yang muda biasanya agak emoh dengan yang berbau kekonservatifan. Musti ada titik tengah, kalau mau budaya Lawangan terlestarikan,” imbuh Herry.
Sementara salah seorang tokoh masyarakat Lawangan di Ampah, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur, Mursidang, pada generasi tua, hubungan kekerabatan serta tradisi leluhur, masih menjadi sesuatu yang dijunjung tinggi,walaupun beberapa dari mereka sudah menganut agama bukan Kaharingan lagi. Seperti pada acara Wara, Baliyan, dan sebagainya.
Baca Juga :Ini Pesan Kapolres Kepada Generasi Muda di Kotim
“Setidaknya, ini jadi pengingat akar sejarah kita. Dari mana asal kita, siapa orang tua kita, dan sebagainya. Karena orang Lawangan di Kademangan Paku Karau yang meliputi kawasan Kecamatan Paku, Kecamatan Dusun Tengah sampai Kecamatan Pematang Karau adalah penghuni aslinya. Yang berdiam di pegunungan sana, disebut Lawangan Bawo,dan yang di pesisir Barito, dinamakan Taboyan. Tapi akarnya masih sama. Yaitu Lawangan,” tutur pensiunan PNS yang banyak bergelut dengan masalah adat Lawangan ini. [Red]
Discussion about this post