Kaltengtoday.com, Palangka Raya – Sorotan tajam para jurnalis terhadap konflik lahan di Bumi Tambun Bungai yang seakan tiada berujung tertuang dalam sebuah karya buku yang berjudul ‘Hantu Tuan Kebun’.
Buku tersebut diluncurkan bertempat di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Kamis (24/4/2025). Dan, merupakan hasil karya dari dua orang jurnalis senior, yakni Aldo Sallis yang merupakan Jurnalis Harian Kompas dan Budi Baskoro berasal dari Mongabay Indonesia.
Aldo Sallis dalam keterangannya menyampaikan bahwa pengumpulan data dalam penulisan buku tersebut memakan waktu hingga lebih dari satu tahun dan berfokus di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan.
Baca Juga :Â Disarpustaka Kapuas Luncurkan 1.320 Buku Baru dan Gelar Bazar Buku Murah
“Dua wilayah itu (Kotim dan Seruyan) lokus dan kami anggap selain punya sejarah tentang perkebunan sawit, juga wilayah terbesar perkebunan sawit yang ada di Indonesia,” katanya.
Ia menjelaskan, buku ‘Hantu Tuan Kebun’ tersebut didukung Non-Governmental Organization (NGO) Save Our Borneo (SOB).
“SOB tidak hanya ambil bagian, tetapi mendukung proses pembuatan buku ‘Hantu Tuan Kebun’ ini, dan banyak orang yang membantu,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa cara penuangan data, fakta, hingga pesan yang didapat dari lapangan dilakukan dengan bernarasi.
“Misalnya, kisah-kisah orang yang dikriminalisasi, baik diri mereka, keluarga, dan ada juga kisah-kisah mereka yang kabur dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sehingga harus hidup di hutan,” bebernya.
Menurutnya, dalam penulisan buku tersebut pihaknya berusaha tetap menggunakan gaya jurnalistik, sehingga mengharuskan mereka untuk mengkonfirmasi ke beberapa Perusahaan Besar Swasta (PBS) perkebunan sawit.
“Ada yang bisa dan ada perusahaan yang tidak bisa dikonfirmasi, bahkan saat kami temuin ke kantor mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut, aldo mengungkapkan, untuk menjaga keberimbangan penulisan buku tersebut, pihaknya turut berdiskusi dengan pihak legislatif dan eksekutif di Kotim dan Seruyan untuk meminta rekomendasi.
“Kami ingin tidak hanya menghadirkan kisah konflik sosial yang ada di desa-desa pada kedua kabupaten itu di buku ini, tapi kami juga ingin ada tawaran solusi Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setempat,” ungkapnya.
Baca Juga :Â Buku Karya Perempuan Dayak Soal Pangan Raih Penghargaan Terbaik 2024 dari Perpusnas
Budi Baskoro menambahkan, pihaknya cukup banyak menemukan momen berkesan saat pengumpulan data lapangan, dan salah satunya saat mendatangi daerah Rantau Pulut.
“Waktu kami ke Seruyan atau arah Rantau Pulut perjalanan dari Kotim, tepatnya bulan Mei 2024, biasanya menyeberang menggunakan kapal feri, ternyata sudah tidak melayani penyeberangan mobil tapi kalau hanya sepeda motor masih dilayani. Namun, kami mendapat cerita dari warga sekitar bahwa diduga diberhentikan atas intervensi PBS sawit di sekitar,” tukasnya.[Red]
Discussion about this post